Optimisme Hidup Orang Indonesia Menurun Seiring Usia Bertambah

marketeers article

Ketika dihadapkan pada pertanyaan apakah kita akan mengalami kualitas hidup yang lebih baik dalam sepuluh tahun ke depan? Mayoritas dari kita akan menjawab iya. Namun, seiring bertambahnya usia, optimisme itu kian meluntur, lantaran berbagai pengeluaran yang tidak dipersiapkan. Setidaknya, hal itu menjadi cerminan dari hasil riset HSBC terbaru bertajuk “Power of Protection”.

Survei yang dilakukan di 12 negara, termasuk di Indonesia dengan total responden mencapai 12.000 itu membicarakan mengenai sejauh mana persiapan masyarakat tentang pengeluaran masa depan, termasuk di dalamnya pengeluaran pendidikan anak, biaya kesehatan, dan dana pensiun. Di Indonesia sendiri, survei dilakukan kepada 1.200 responden dari usia 25 hingga 55 tahun.

Salah satu hasil survei tersebut menyatakan, 68% responden Indonesia optimistis kualitas hidupnya semakin membaik dalam sepuluh tahun ke depan. Angka ini dinilai cukup baik, meskipun rata-rata global mencapai level 77%.

Lebih lanjut, 31% responden mengaku saat ini kualitas hidupnya berada di level sangat baik (excellence). Mayoritas dari mereka (85%) pun memandang hidupnya dalam sepuluh tahun mendatang akan sama excellence-nya dengan saat ini.

Sedangkan, 39% responden yang telah merencanakan keuangan secara aktif, merasa dalam sepuluh tahun ke depan kehidupannya akan jauh lebih baik. Bahkan, presentasenya mencapai 93% dari jumlah responden yang mengaku akan hal tersebut.

HSBC pun melihat, mayoritas responden memang berada di kategori yang memiliki rencana masa depan, atau mencapai 54% dari total responden. Kendati demikian, ternyata mereka yang tidak memikirkan rencana keuangan masa depan masih cukup banyak, yaitu 46%.

Rinciannya, 31% merasa menerima hidup saat ini, 11% merasa puas dengan hidup sekarang (living in the moment), dan 4% merasa tidak yakin dan insecure. “Artinya, sebagian besar orang Indonesia masih tidak mempersiapkan rencana masa depannya,” ungkap Steven.

Temuan ini juga diperkuat dengan temuan lain yang menyebut, secara rata-rata, 33% responden tidak memiliki instrumen keuangan masa depan. Orang seperti ini sebenarnya sadar akan pentingnya perencanaan, namun belum melakukan aksi apapun.

Hanya, 42% responden yang memiliki investasi dan tabungan jangka panjang, serta 25% yang memiliki asuransi. “Padahal, kecemasan terbesar mereka adalah tentang kesehatan, disusul berikutnya oleh kondisi finansial mereka di masa depan,” ungkapnya.

Uniknya, hampir sebagian besar (44%) dari responden yang mengaku telah memiliki rencana keuangan, menempatkan uangnya dalam instrumen investasi jangka pendek, ketimbang jangka panjang.

Bahkan, 67% yang sudah berinvestasi dan memiliki aasuransi sekalipun, sebenarnya tidak memahami sepenuhnya apakah rencana finansialnya itu akan memenuhi kebutuhan masa depan mereka atau tidak.

Editor: Sigit Kurniawan 

Related