Pahami Konsumen Lebih Baik Melalui Sentiment Analysis

marketeers article
Chatbot conversation with smartphone screen app interface and artificial intelligence technology processing virtual assistant with customer support information,Medical doctor hand holding mobile phone.

Di era Marketing 5.0, aktivitas pemasaran akan lebih bergantung pada kemampuan teknologi. Tetapi tidak sekadar teknologi, melainkan the next tech, di mana teknologi yang digunakan dapat meniru kemampuan manusia dalam melakukan pemasaran.

The Next Tech sendiri memiliki banyak bentuk, Artificial Intelligence (AI) merupakan salah satunya. Dalam AI sendiri terdapat beberapa teknologi yang saat ini telah dikembangkan dan diaplikasikan di berbagai industri, seperti Natural Languange Processing (NLP) atau Speech Processing, dan Computer Vision.

“Kecerdasan artifisial telah berkembang untuk meniru kemampuan berpikir manusia. Bila dikombinasikan dengan teknologi yang tepat, AI dapat digunakan untuk menyediakan penawaran yang tepat untuk pelanggan tertentu,” kata Teguh Eko Budiarto, CEO dan Co-Founder Prosa.ai dalam acara Marketing 5.0 Technology for Humanity Webinar Series, Rabu (21/10/2020).

Salah satu pemanfaatan teknologi AI yang dapat dilakukan oleh pemasar adalah sentiment analysis. Secara sederhana, sentiment analysis merupakan cara bagi pemasar untuk mengetahui pendapat atau sentimen positif maupun negatif konsumen terhadap merek.

Pendapat tersebut dapat dikumpulkan melalui berbagai channel komunikasi yang ada dunia maya, seperti media sosial, email, chat, maupun telepon yang telah ditranskrip menjadi teks. Karena itu, sentiment analysis banyak menggunakan kemampuan Natural Language Processing (NLP).

“Masyarakat Indonesia sangat aktif di sosial media. Data behaviour, pendapat, dan ide dari berbagai lapisan masyarakat sebagai target market semua merek bisa ditemukan di sini. Dengan NLP engine yang terus berkembang, pemasar dapat mengetahui sentimen netral, positif, atau negatif dari konsumen terhadap marketing campaign, merek, atau institusi tertentu,” jelas Teguh.

Teguh menegaskan, NLP merupakan sebuah machine learning yang harus dikembangkan terus menerus. Bahasa manusia merupakan sesuatu yang kompleks dan acak. Mesin tentu perlu mempalajari pola baku bahasa tertentu agar dapat menganalisis isinya sehingga menjadi sebuah data.

Lalu, mengapa perlu melakukan sentiment analysis? Kemampuan sentiment analysis yang menggunakan NLP engine yang terus berkembang dapat memproses data secara cepat namun hemat biaya dan tidak memakan banyak waktu sehingga insight dapat diperoleh dengan cepat dengan skala yang besar.

Data juga dapat dianalisis secara real-time. Artinya, analisis yang diperoleh bisa segera berubah mengikut tren yang ada, sehingga pemasar dapat melakukan respon yang cepat untuk mempengaruhi kondisi pasar.

“Kemudian, ada konsisten kriteria. Dengan teknologi, pemasar dapat memiliki kriteria yang jelas, terukur, serta dapat terformulasikan dengan konsisten,” pungkas Teguh.

Teguh menjelaskan, manusia dapat membaca sesuatu secara berbeda dan hanya benar-benar setuju pada sentimen di balik teks sekitar 60%. Algoritma yang digunakan dalam sentiment analysis tidak lagi melihat nada secara subjektif, pembacaan pun dapat dilakukan secara lebih akurat.

Sentiment analysis tidak hanya memberikan data mengenai perilaku dan pendapat konsumen. Data yang diperoleh juga dapat digunakan untuk mengembangkan produk atau kampanye, memperbaiki citra merek, hingga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya krisis.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related