Pakar Tekankan Pentingnya Edukasi Seksual di Balik Viralnya Grup Inses

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Jagat maya belakangan digegerkan dengan kemunculan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah yang berisi konten penyimpangan seksual, termasuk inses hingga pedofilia. Fenomena ini memicu kekhawatiran publik terhadap maraknya predator seksual.

Menanggapi situasi tersebut, Holy Ichda Wahyuni, pakar perlindungan anak dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), menekankan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi masyarakat untuk membuka mata akan pentingnya edukasi seksual sejak dini.

“Ini bukan sekadar kasus viral yang bisa berlalu begitu saja. Grup seperti itu adalah bukti nyata bahwa anak-anak hidup di dunia yang tidak sepenuhnya aman, bahkan dari balik layar gawai,” ujarnya, dikutip dari um-surabaya.ac.id, Selasa (20/5/2025).

BACA JUGA: Heboh Uji Coba Vaksin TBC di Indonesia, Apakah Aman? Ini Kata Ahli

Menurut Holy, masih banyak orang tua dan pendidik yang belum menyadari bahwa perlindungan terhadap anak tidak cukup hanya dengan menanamkan nilai moral. Edukasi seksual dinilai perlu dijadikan bagian dari pendidikan dasar di rumah dan sekolah, bukan hal yang dianggap tabu.

Ia menjelaskan bahwa pendidikan seksual anak tak melulu soal hubungan biologis. Lebih dari itu, anak memang sepatutnya diajarkan tentang bagian tubuh pribadi, batasan diri, serta bagaimana membedakan sentuhan yang baik dan buruk.

“Anak juga harus diberi pemahaman bahwa mereka berhak berkata ‘tidak’ kepada siapa pun yang melanggar batas tersebut, termasuk orang dewasa,” tegas Holy.

Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di UM Surabaya itu menambahkan, salah satu tantangan terbesar saat ini adalah rasa canggung atau penolakan dari orang tua saat diminta membicarakan topik ini.

“Padahal ketidaktahuan justru membuat anak lebih rentan terhadap kekerasan seksual. Orang tua perlu menjadi pihak yang paling bisa dipercaya dan paling nyaman untuk diajak bicara,” ungkapnya.

BACA JUGA: Pentingnya Anak Bermedia Sosial Sesuai Usia Menurut Ahli

Ia juga mengingatkan bahwa anak-anak korban kekerasan seksual sering menunjukkan gejala perubahan perilaku, seperti menjadi lebih pendiam, mudah marah, takut bertemu orang tertentu, atau menolak disentuh. Sayangnya, gejala ini kerap disalahartikan sebagai fase kenakalan atau pubertas.

Mengingat adanya kemungkinan grup inses yang belakangan viral hanya puncak dari gunung es, Holy menekankan untuk memutus budaya menutup-nutupi kekerasan seksual demi menjaga nama baik keluarga. Menurutnya, sikap ini justru memperpanjang lingkaran kekerasan dan membuat korban semakin terluka.

“Saatnya masyarakat membongkar narasi tabu ini. Anak-anak perlu dilindungi bukan dengan menutup-nutupi masalah, tapi dengan pendidikan, komunikasi, dan kehadiran yang nyata,” pungkasnya.

Editor: Bernadinus Adi Pramudita

Related

award
SPSAwArDS