Pandangan Investor Berubah, Hanya 10% Startup Bisa Bertahan

marketeers article
Ilustrasi startup, sumber gambar: 123rf

Konsistensi perusahaan rintisan (startup) saat ini tengah mengalami ancaman yang besar untuk mempertahankan usahanya. Pasalnya, pandangan dan cara investor startup dalam menanamkan modalnya kepada industri tersebut mulai berubah secara signifikan. Hal ini disampaikan oleh Rudiantara, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia.

Rudiantara menuturkan, pandangan pemodal dewasa ini dalam menanamkan investasi telah bergeser. Investor startup akan mengutamakan kinerja bisnis yang baik dengan keuntungan dalam setiap transaksi dibandingkan harus bakar-bakar uang untuk mencari pertumbuhan pangsa pasar cepat. Sedangkan dari sisi startup, sejauh ini masih belum ada yang mendapatkan keuntungan dari bisnis yang dijalankan.

Dengan kondisi tersebut, Rudiantara memperkirakan hanya ada 10% startup yang ada di Indonesia bisa mempertahankan bisnisnya lebih dari 15 tahun ke depan. “Di mana-mana juga banyak yang tidak berhasil. Secara statistik, startup itu pada saat tahun ke-5 sebanyak 90% startup tidak bisa bertahan. Jadi yang bisa melewati itu setelah tahun ke-5 hanya 10%. Lebih bagus dibandingkan dengan lima sampai enam tahun sebelumnya yang hanya 5%,” ujarnya kepada Marketeers, Senin (6/6/2022).

Menurutnya, kegagalan startup dalam menjalankan usaha tercermin dari adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang baru-baru ini terjadi. Sebab, kebiasaan bakar-bakar uang untuk mendapatkan peningkatan pangsa pasar secara instan masih terus dilakukan. Sementara itu, dari sisi pendapatan masih belum dapat menutup besarnya biaya tersebut.

Sebagai respons, perusahaan pun memilih untuk melakukan efisiensi karyawan agar dapat menjaga arus keuangan. Kendati demikian, Rudiantara menyebut fenomena tersebut merupakan hal yang biasa terjadi sebagai perubahan model bisnis khususnya di industri startup. Dia memastikan, PHK yang terjadi bukanlah akibat fenomena bubble burst.

Adapun bubble burst adalah kondisi bisnis yang cepat mengalami kenaikan namun juga cepat mengalami penurunan. “Sebetulnya ini merupakan siklus bisnis yang normal, namun karena startup ini merupakan perusahaan berbasis teknologi jadi seolah-olah harus berhasil. Jangankan di startup, pada perusahaan yang besar saja bisa terjadi. Contohnya Kodak, Fuji Film, dan ponsel sejuta umat Nokia juga bisa rontok apalagi yang kecil. Itu prinsipnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI tersebut, meminta kepada para pemilik startup untuk mulai memperbaiki model bisnis yang dijalankan dengan mengutamakan performa ketimbang meraih pangsa pasar secara instan dengan bakar-bakar uang. Di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, sangat diperlukan arus keuangan yang sehat lantaran investor masih menahan uangnya.

“Kondisi ini memberikan pelajaran kepada startup di Indonesia terutama kepada anak-anak muda untuk memperbaiki model bisnis yang orientasinya kepada laba atau road to profitability. Sebelum masuk ke situ, seharusnya diperbaiki dulu cash flow-nya agar tidak harus ditambal terus oleh investor. Artinya cash flow harus positif, EBITDA harus positif, dan seharusnya sudah mulai berpikir ke sana sebelum menuju profit,” pungkasnya.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related