Pandemi Menuntut Manusia Untuk Berubah

marketeers article
Three Asian people wearing mask standing distance of 1 meter from other people keep distance protect from COVID-19 viruses and people social distancing for infection risk and disease prevention measures.

COVID-19 telah berdampak pada segala aspek kehidupan. Perubahan terjadi dengan cepat dan memaksa untuk beradaptasi dengan yang disebut the new normal.

“Jika dianalogikan seperti saat melakukan salipan dalam olah raga Moto GP. Setidaknya terdapat dua perubahan yang terjadi, pertama perubahan arah atau reorientasi, serta perubahan kecepatan,” ujar Prof. Mohammad Nuh, Chairman South East Asian Press Council Network & Indonesian Press Council, dalam acara Special MarkPlus-30 Anniversary Media Talk, Sabtu (02/05/2020).

Prof. Mohammad Nuh menambahkan, perubahan merupakan suatu keniscayaan. Adanya pandemi COVID-19 kemudian menuntut manusia untuk melakukan perubahan dengan sangat cepat dan beradaptasi kembali dengan perubahan tersebut. Karena, perubahan yang terjadi akan menjadi kebiasaan saat ini. Manusia pun dipaksa untuk melihat masa depan tanpa kembali melihat masa lalu.

Setidaknya terdapat tiga hal utama yang mengalami perubahan dalam hidup manusia. Pertama, adalah ketahanan sistem, mulai dari sistem sosial ekonomi hingga tata kelola. COVID-19 telah merapuhkan individualisme di masyarakat dan menunjukkan pentingnya socio cohesiveness. Selain itu, dari segi ekonomi adalah rontoknya suppy dan demand. Serta menuntut kita untuk mengeksplorasi cyber space sebagai cara berinteraksi dan melakukan segala hal.

Kedua, membongkar tradisi dan paradigma existing. Nilai-nilai tradisional akan berubah. Artinya, cara kita melakukan sesuatu sudah pasti berubah. Apa yang kita anggap normal akan menjadi masa lalu. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah substansi atau inti tidak boleh digantikan. Serta harus memperkuat logical thinking.

“Ujung-ujungnya manusia adalah prioritas utama. Kemanusiaan di atas yang lain. Semuanya akan kembali ke nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Prof. Mohammad Nuh.

Ketiga, adanya pandemi menuntut manusia untuk me-review kembali bagaimana kita hidup dan membangun tradisi dan paradigma yang baru. “Ada new norm baru. Mau tidak mau, pandemi menuntu kita membangun norma-norma baru yang ada di masyarakat,” tambah Prof. Mohammad Nuh.

Nuh menegaskan, dalam melakukan perubahan-perubahan tersebut dibutuhkan kepemimpinan yang dapat menuntun yang mampu menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pemimpin kemudian tidak boleh terlena dalam melihat masa depan.

“Kedua, yang dibutuhkan adalah kepemimpian yang dapat melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, serta kepemimpinan yang dapat menyatukan segala sumberdaya,” tutupnya.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related