PDB Indonesia Kuartal II Alami Kontraksi -5,3%

marketeers article
A trader or a financial analyst checking the recent stock exchange trends using the smartphone.

PDB Indonesia pada kuartal kedua mengalami kontraksi sebesar -5,3% secara tahunan, di bawah perkiraan konsensus dan berbalik arah dari pertumbuhan sebesar 3% pada kuartal pertama. Dengan diberlakukannya pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan secara ketat di kuartal kedua, penurunan kinerja ini sudah diperkirakan.

Penambahan kasus infeksi COVID-19 di Indonesia masih tinggi, dengan hampir setengah dari jumlah kasus di Indonesia terjadi di Jawa Timur dan Jakarta. Tingkat pengujian rendah dibandingkan dengan negara lain di ASEAN juga dipandang sebagai risiko. Sementara, tingkat kematian yang tinggi, setara dengan India dan Filipina (per juta penduduk).

Secara umum, menurut siaran resmi DBS Group Research, perlambatan terjadi secara luas. Konsumsi (swasta dan pemerintah), dengan bobot terbesar, turun 5,7% secara tahunan dari +2,7% pada kuartal pertama dan rata-rata 4,9% pada tahun 2019. Dengan pembatasan sosial yang ketat, indikator mobilitas mengisyaratkan penurunan tajam dalam pergerakan masyarakat yang  tidak hanya berdampak pada permintaan tetapi juga dari sisi pendapatan dan lapangan perkerjaan yang didominasi oleh sektor informal. Belanja pemerintah juga turun 6,9% secara tahunan. Hal ini mencerminkan penyerapan anggaran yang lemah sejak awal tahun (hanya 20% dari target).

Penanaman modal melemah, anjlok -8,6% secara tahunan dibandingkan dengan +1,7% pada kuartal pertama dan 4,5% secara tahunan. Penurunan kinerja ini juga tercermin dari penurunan tingkat penggunaan kapasitas pada kuartal kedua, yang turun di bawah 70 untuk produksi secara keseluruhan dan 61,8 untuk manufaktur vs 71,8 pada kuartal pertama menurut survei bisnis Bank Indonesia.              

Ekspor turun 11,7% secara tahunan dalam mata uang lokal sebagai dampak negatif lockdown, penurunan permintaan dari mitra dagang luar negeri, dan harga energi/komoditas, yang lemah. Pada saat sama, permintaan domestik, yang lemah, menekan impor (-17% secara tahunan), menopang neraca perdagangan tetapi memperkuat penundaan belanja infrastruktur serta permintaan investasi swasta.

Pertumbuhan ekonomi pada semester pertama 2020 rata-rata -1,2% secara tahunan, terlemah untuk seri data terbaru, dan menyusut untuk kali pertama semenjak krisis keuangan Asia. Hingga akhir kuartal kedua dan kuartal ketiga, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan di Jakarta dan provinsi lain secara bertahap dan kecepatannya disesuaikan dengan kondisi lokal. Indikator mobilitas dan indikator frekuensi tinggi lain (PMI, sentimen, dan lain-lain) mengisyaratkan perbaikan berkat pelonggaran lockdown.

Kasus gelombang kedua infeksi di beberapa bagian Asia menunjukkan tantangan pada masa depan. Seperti digarisbawahi dalam catatan kami sebelumnya, penambahan kasus positif COVID-19 di Indonesia masih tinggi  sehingga memerlukan kewaspadaan lebih tinggi dalam menahan kurva infeksi ketika aturan dicabut.

Kuartal kedua kemungkinan menandai penurunan terdalam hasil perekonomian dan kami perkirakan PDB headline (PDB yang disesuaikan dengan inflasi) kembali tumbuh pada kuartal keempat dengan asumsi tingkat infeksi stabil, pembukaan kembali berlangsung cepat, dan pencairan dana pemerintah dipercepat. Untuk saat ini, kami mempertahankan perkiraan pertumbuhan kami pada -1,0% secara tahunan untuk 2020 walaupun masih ada risiko pelemahan.

Implikasi kebijakan

Menyeimbangkan pemulihan ekonomi dan pandemi akan menjadi prioritas bagi para pembuat kebijakan di Indonesia. Bank Indonesia telah memangkas suku bunga hingga 75 basis poin sejak awal tahun menjadi 4%. Mengingat inflasi jinak (inflasi pada Juli merosot di bawah target), BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin lagi pada tahun ini jika ekonomi terus melemah. Hal ini perlu diseimbangkan dengan kebutuhan mempertahankan perbedaan suku bunga untuk menarik aliran dana asing.

Pelaku pasar menyikapi pembagian beban fiskal BI-pemerintah dengan tenang. Jaminan bahwa pembagian beban ini berlaku untuk waktu terbatas dan bersifat sementara telah meningkatkan kepercayaan (lihat Indonesia: Dinamika fiskal dan pertumbuhan).

Kementerian Keuangan memperkirakan tekanan fiskal akan berlanjut, dengan mematok defisit fiskal 2021 di angka -5,2% dari PDB vs -6,3% yang ditargetkan tahun ini, meskipun pertumbuhan diperkirakan menguat menjadi 5,5% pada tahun depan. Rasio utang terhadap PDB terlihat naik hingga 40% dari PDB vs 30% pada akhir tahun 2019, tetapi lebih rendah dari kebanyakan negara berkembang lain.

    Related