Pemerintah: Pengusaha Properti Jangan Ambil Profit Terlalu Besar

marketeers article

Apa yang menjadi kendala terbesar masyarakat ketika dihadapkan dengan kebutuhan perumahan? Tentu persoalan utama adalah biaya. Bukan tinggal diam, permasalahan perumahan di Indonesia terus menjadi perhatian pemerintah. Berbagai upaya terus dilakukan agar kemampuan masyarakat semakin terjangkau dengan produk ini.

Salah satunya adalah dengan membuat berbagai program dan peraturan terkait. Di antaranya, pemerintah akan melakukan kontrol harga rumah bersubsidi. Dengan kata lain, tidak akan membiarkan harga rumah tersebut dibentuk oleh pasar.

“Pengusaha jangan ambil profit margin yang terlalu besar. Diharapkan pengusaha jangan lagi mengambil keuntungan 30-40%. Pemerintah akan menjaga hal ini. Pengusaha cukup mengambil keuntungan 10% sampai 15% saja. Biarkan kuantitas yang berbicara soal keuntungan bagi pengusaha,” jelas Maurin Sitorus, Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RI dalam acara Indonesia Infrastructure Week 2015 di JCC Senayan, Kamis (05/11/2015)

Lantas permasalahan apalagi yang kerap terjadi di industri ini? Maurin menyebutkan bahwa tanah, perizinan, ketersediaan infrastruktur, dan harga bahan serta material yang mahal menjadi kendala terpenuhinya kebutuhan rumah di Indonesia. Lebih spesifik Maurin mengatakan bahwa elemen-elemen di atas yang menjadi pembentuk harga rumah, bahkan dapat tak terkendali.

Seperti tanah, harga tanah kenaikkannya tidak terkendali, bahkan bisa mencapai 30% sampai 40%. Dan, ini menjadi permasalahan serius bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Padahal, di undang-undang (UU) telah disebutkan bahwa pemerintah pusat akan menyiapkan tanah untuk MBR, namun hal ini belum terealisasi.

Salah satu upaya yang bisa dikerahkan oleh pemerintah saat ini adalah soal perizinan. Dari total 42 jenis perizinan yang selama ini dibebankan kepada para pengembang, pemerintah tengah merampingkannya hingga menjadi 8 jenis perizinan saja.

Tentunya hal ini dapat mempersingkat waktu. Jika sebelumnya dibutuhkan waktu paling cepat 26 bulan untuk mengurusi perizinan, nantinya masyarakat dapat mengurus perizinan paling lambat hanya 14 hari. Namun program belum berjalan, karena masih sedang digodok oleh pemerintah.

Apakah program ini akan terealisasi? Masyarakat harus mengawasi, jangan sampai hanya akan menjadi penghias lembar peraturan di negeri ini saja.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related