Penggunaan Software Resmi Bisa Tingkatkan Keuntungan Perusahaan

marketeers article
startup business, software developer working on computer at modern office

Konsultan hukum untuk industri software, BSA | The Software Alliance, mendorong para pemimpin bisnis di Indonesia untuk mengadopsi peraturan “zero tolerance” dan menghapus penggunaan software tanpa izin.

Dengan mematuhi peraturan ini, perusahaan dapat meningkatkan pertahanan terhadap pembobolan data dan kejahatan siber, mengurangi kerugian finansial dan risiko hukum, sekaligus menumbuhkan rasa aman bagi investor. 

Menurut International Data Corporation, pebisnis dan para investor dapat meningkatkan keuntungan hingga 11% sebagai dampak dari peralihan ke penggunaan software resmi. Data BSA menunjukkan bahwa banyak perusahaan Indonesia yang harus mengimplementasikan penggunaan software resmi, jika tidak, mereka akan membahayakan keamanan siber nasional yang dapat menyebabkan pembobolan data, kerugian finansial, dan konsekuensi hukum.

“Penggunaan software tanpa izin atau ilegal menunjukan pengambilan keputusan yang buruk serta pengambilan risiko yang tidak penting,” kata BSA Senior Director Tarun Sawney. “Investasi equitas juga tidak aman di dalam perusahaan-perusahaan yang mengambil risiko seperti itu, karena mereka dapat dengan mudah kehilangan keunggulan kompetitif mereka jika pembobolan data terjadi. Software legal dan sah, di sisi lain, merupakan jenis investasi yang dapat membantu meningkatkan keamanan perusahaan.” 

Salah satu risiko utama dalam penggunaan software tanpa izin adalah malware. Risiko ini dapat mengakibatkan pencurian data personal atau perusahaan, mengawasi aktivitas, merusak fungsi perangkat, atau membajak sistem sumber daya untuk keuntungan pembuat malware.

Biaya perbaikan sebuah kasus malware dapat mencapai Rp 145 juta per komputer, dan membutuhkan waktu hingga 50 hari untuk dikerjakan, serta dapat merugikan perusahaan besar sekitar Rp 35 miliar. Faktanya, 60% dari perusahaan-perusahaan kecil yang terkena serangan siber dapat merugi hingga menyebabkan kebangkrutan hanya dalam kurun waktu enam bulan.

 “Saat ini, lebih dari 80% dari software yang digunakan di Indonesia merupakan software tanpa izin, yang membuatnya sangat rentan terhadap kejahatan siber yang juga bisa menghambat pertumbuhan perusahaan,” kata Tarun.

“Perusahaan besar bisa mengalami kerugian besar, dan perusahaan yang lebih kecil dan startup bisa gulung tikar akibat kerugian yang bisa dialami. Tentu saja, kerugian seperti ini akan sangat merugikan para investor.”

Selain potensi hacking, kehilangan data dan downtime perusahaan, software yang terinfeksi dapat membahayakan reputasi perusahaan publik di depan pemegang saham, pegawai dan klien.

 Di Indonesia, ada beberapa pendekatan yang telah diprakarsai oleh sektor swasta dan pemerintah untuk menghentikan penggunaan software tidak berlisensi. Di lain sisi, pemerintah telah secara aktif menyediakan berbagai cara untuk mengurangi angka penggunaan software tidak berlisensi. Hal ini terdiri dari kegiatan sosialisasi, edukasi, dan juga penegakan hukum di bawah UU Hak Cipta no 28 tahun 2014 di mana masyarakat dapat melakukan pengaduan kasus penggunaan software tidak berlisensi oleh perusahaan.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related