Penuntasan COVID-19 Secara Global Berpengaruh pada Ekonomi China

marketeers article
143613950 euro banknotes, calculator and corona virus

Penurunan ekonomi di China karena COVID-19 terbilang parah dan pemulihannya hingga saat ini belum dapat dipastikan kapan selesainya. Namun, pemerintah China telah menginstruksikan kepada sejumlah industri sentral untuk memulai produksi pada akhir Februari lalu. Minimnya suplai barang memunculkan kesulitan bagi China dan negara-negara lain yang bergantung padanya.

Dilansir dari Carnegie, China mengumumkan indikator perekonomian mereka pada Januari dan Februari menurun lebih dari perkiraan para pengamat pasar. Mereka mencatatkan penurunan penjualan di pasar ritel hingga 20,5% dan produksi industri menurun hingga 13,5%.

Pergeseran kebutuhan masyarakat dan permintaan di pasaran membuat industri mengalami perubahan di sana. Duta Besar Republik Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun pada Industry Roundtable: Surviving The COVID-19, Preparing The Post yang diselenggarakan MarkPlus, Inc., Selasa (14/04/2020) menjelaskan permintaan untuk peralatan medis meningkat paling tinggi. Sehingga sejumlah perusahaan atau produsen pun berubah memproduksi barang yang dibutuhkan.

Perubahan juga terlihat pada kebiasaan dari masyarakat yang mulai nyaman dengan layanan online. Setelah 80 hari harus menjalani kegiatan di rumah, pesan antar makanan online diketahui mengalami peningkatan hingga 20%. Perkembangan industri logistik di China pun berkembang dengan pesat.

Meski ada sektor yang mengalami peningkatan karena penyebaran COVID-19, penurunan tidak dapat tertutupi begitu saja. Sejumlah hotel mengalami penurunan rate, bahkan tidak sedikit yang harus tutup karena kehilangan turis. Perekonomian pun perlahan bergerak lewat insentif dari pemerintah untuk para pelaku bisnis.

“Melihat beberapa fakta tersebut, asumsinya perekonomian China akan menggeliat di periode Juni. Tetapi, dengan meningkatnya jumlah negara yang terjangkit COVID-19, ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi China pun akan ikut terpengaruh,” ujar Djauhari.

Krisis karena wabah seperti ini bukan pertama kali dirasakan China. Ketika menghadapi virus SARS, China juga mengalami penurunan ekonomi, namun terbantu dengan permintaan tinggi para konsumen dari Barat. Karenanya, jumlah negara yang terjangkit COVID-19 di seluruh dunia memengaruhi pergerakan ekonomi mereka.

Editor: Eko Adiwaluyo

Related