Penyesuaian dan Prediksi Tren Industri Startup Indonesia pada Tahun 2023

marketeers article
Ilustrasi startup, sumber gambar: 123rf

Oleh Antonny Liem, Founding Partner GDP Venture

Perusahaan teknologi di berbagai negara yang dipantau sejak tahun lalu mengalami berbagai tekanan yang cukup hebat. Terjadi kondisi yang dinamakan tech winter yang mencerminkan adanya penurunan minat investasi di industri teknologi yang sebelumnya menjadi primadona investor bertahun-tahun. 

Sekitar awal November 2022, Meta, induk perusahaan Facebook, Instagram, dan WhatsApp memberhentikan lebih dari 11.000 karyawan. Amazon juga melakukan hal tersebut kepada 10.000 karyawannya. 

Di Indonesia, Shopee, GoTo, Sirclo, Zenius, Ruangguru, dan beberapa perusahaan rintisan lainnya juga melakukan hal yang sama. Mereka memangkas jumlah karyawannya dengan persentase yang cukup signifikan. 

Fenomena tech winter diprediksi masih berlangsung minimal hingga kuartal IV tahun 2023 dan ekosistem pendanaan startup diharapkan kembali normal pada awal tahun 2024. Adanya penyesuaian dalam industri startup saat ini dapat terjadi karena dua hal. 

Pertama, keadaan makro ekonomi yang mana terdapat kenaikan cost of capital yang memaksa investor untuk memperketat seleksi investasi mereka. Kenaikan cost of capital ini disebabkan oleh beberapa faktor makro, salah satunya adalah karena naiknya suku bunga di Amerika Serikat (AS), dan faktor geopolitik, seperti perang Rusia yang berdampak pada naiknya harga energi yang mengakibatkan inflasi yang tinggi sehingga daya beli konsumen juga ikut terdampak.

Kedua, saat pandemi lalu terjadi percepatan digitalisasi yang mana banyak konsumen beralih ke layanan digital, sehingga perusahaan membutuhkan lebih banyak manpower untuk melayani kebutuhan ini. Namun, kini setelah pandemi mereda, beberapa kebiasaan offline kembali ke seperti masa sebelum pandemi. 

Hal ini membuat banyak perusahaan-perusahaan digital harus menyesuaikan diri. Salah satunya dengan melakukan pemutusan hubungan kerja atau layoff.

Dari sisi investor, keadaan ini membuat mereka menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan investasi. Minat investor setahun belakangan makin mengerucut terhadap vertikal tertentu, sehingga startup dari sektor atau industri yang dirasa kurang menarik atau masih tinggi risikonya akan lebih sulit mencari dana segar. 

Investor kini juga lebih memilih startup yang dari awal sudah memikirkan untuk bagaimana bisa generate revenue dan profitability, daripada yang hanya fokus pada menguasai pangsa pasar tanpa memperhatikan fundamental. Diperkirakan ada beberapa kategori startup yang masih sangat menarik dari sisi investasi. 

Pertama, perusahaan rintisan yang mengadopsi teknologi Artificial Intelligence (AI), karena diprediksi teknologi kecerdasan buatan ini akan menjadi salah satu faktor utama yang mengubah dunia masa depan. Munculnya ChatGPT pada awal tahun ini menjadi sebuah tanda yang mana teknologi AI akan menjadi sesuatu yang makin populer dan umum untuk digunakan. 

Pasalnya, ChatGPT menerapkan konsep mempermudah pekerjaan manusia dan dapat digunakan dengan begitu mudah oleh setiap orang, sehingga tak dapat dimungkiri teknologi ini akan terus diadopsi oleh berbagai perusahaan untuk memenangkan persaingan pasar. GDP Venture sendiri telah melakukan investasi pada startup berbasis teknologi AI sejak lima tahun lalu, yang mana teknologi AI diterapkan dalam berbagai bidang, seperti chatbot, NLP, data labelling maupun computer vision.

Kategori kedua yang mungkin akan makin menarik, yaitu agritech. Prinsip ketahanan pangan akan menjadi makin penting pada masa depan, untuk bumi yang sudah mencapai 8 miliar manusia. 

Indonesia sendiri sebagai negara agrikultur dan maritim mempunyai banyak modal, dan karenanya juga kebutuhan inovasi teknologi di sini. Kemudian, yang menarik menurut saya adalah perusahaan startup B2B (business to business) atau enterprise solution, khususnya yang mengadopsi teknologi masa kini seperti AI, blockchain dan cloud computing

Startup seperti ini akan membantu perusahaan kliennya untuk bertransformasi digital dengan cepat dan menjadi relevan pada masa web 2.5 sekarang ini. Terakhir, perusahaan yang paham dalam membangun, mengelola dan mengembangkan intellectual property (IP), baik dalam bentuk produk maupun karya seni akan makin menarik, karena dunia yang kian digital ke depan akan menghargai karya dan nama yang dikenal. 

Sebuah IP yang sudah berhasil juga bisa dikembangkan ke berbagai lini bisnis dan menghasilkan banyak revenue channel. Startup Indonesia pasti masih akan terus tumbuh. 

Kehadiran teknologi baru yang makin cepat, persaingan yang kian ketat, dan ketidakpastian makro ekonomi adalah beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh startup di Indonesia. Dalam menghadapi tantangan ini, startup di Indonesia harus terus beradaptasi dan berinovasi. 

Mereka harus berfokus pada mengembangkan model bisnis yang berkelanjutan, meningkatkan efisiensi operasional, dan menemukan cara baru untuk menghasilkan pendapatan yang sesuai dengan target pasar mereka. Meskipun tantangan besar dihadapi oleh banyak startup, investasi akan masih terus berjalan dan menawarkan peluang besar bagi para startup yang cerdas dan berani. 

Investor pun akan tetap menemukan peluang investasi di sektor yang sesuai dengan preferensi bisnis mereka. Meskipun terjadi situasi global yang tidak menentu, baik dari segi politik maupun ekonomi, investor tetap berusaha menyesuaikan dengan situasi tersebut untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan ROI. 

Related