Peran Penting Media dalam Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan

marketeers article
Young woman was wrapping her mount by adhesive tape, Concept freedom of speech, censorship, freedom of press. International Human Rights day.

Menurut data Komnas Perempuan, dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% atau naik delapan kali lipat. Dalam kurun waktu 10 tahun daro tahun 2010-2019, jumlah kekerasan terhadap perempuan sebanyak 2.775.042 kasus. Artinya 760 kasus per hari atau 31 kasus per jam.

Sepanjang 2011-2020, tercatat kekerasan seksual di ranah privat dan komunitas 49.643 kasus. Fenomena kekerasan adalah seperti gunung es karena jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar dari yang dilaporkan. Dapat diartikan juga bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman.

Meski terus ditekan, kekerasan dan pembedaan berdasar gender terhadap perempuan masih terjadi. Perlu keterlibatan semua pihak untuk mengatasi kondisi ini. Tidak hanya pemerintah, namun juga organisasi nirlaba hingga lembaga swadaya masyarakat.

“Kekerasan terhadap perempuan jelas bertentangan dengan visi tersebut, karena mana mungkin seseorang dapat hidup dengan aman dan bermartabat apabila masih mengalami kekerasan dan hidup di bawah ketakutan. Sejalan dengan visi ini, CARE mempunyai komitmen untuk terus mengadvokasi dan berkolaborasi dengan semua pihak dalam upaya penghilangan kekerasan terhadap perempuan dan untuk memperjuangkan kesetaraan gender,” kata Bonaria Siahaan, CEO Yayasan Care Peduli dalam diskusi bertema Ubah Narasi: Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan, hari ini (25/11/2021).

Diskusi ini sekaligus untuk memperingati memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism). YCP menggandeng Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, UN Women, dalam acara ini. Diskusi ini bertujuan untuk membuka percakapan terkait peran media dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan peliputan yang berperspektif korban serta dalam mempromosikan norma positif yang mendukung pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.

Jamshed M. Kazi, UN Women Representative and Liasion to ASEAN mengatakan konten berita media dapat berkontribusi dalam menormalisasi kekerasan terhadap perempuan dan seksisme. Dengan kata lain, memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan kesetaraan gender.

“Pemberitaan media yang lebih bertanggung jawab dan lebih luas mungkin tidak akan mengakhiri atau menyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan, karena ini membutuhkan keterlibatan dari seluruh masyarakat. Namun, peran media tetap penting untuk meningkatkan kesadaran, melawan misinformasi, menanamkan lebih banyak kepercayaan bagi para penyintas dan mendorong respons publik – terutama di antara pembuat kebijakan, akademisi, influencer, dan penyedia layanan,” kata Kazi.

Sementara itu, Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia memaparkan sejumlah fakta dan data bahwa satu dari tiga perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan, nonpasangan, atau keduanya, setidaknya sekali dalam hidupnya. Serupa dengan kondisi global, satu dari tiga perempuan Indonesia berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam hidupnya.

“Indonesia yang aman bagi perempuan tidak akan tercipta tanpa dukungan dan sinergi dari seluruh pihak, khususnya media. Dalam hal ini, kami sangat berharap media bisa menjalankan kode etik pemberitaan yang ramah perempuan, serta mulai mengembangkan kebijakan media untuk mendorong pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan,” jelas Bintang.

    Related