Petani dan UMKM Jadi Fokus Perhatian Pelaku Fintech P2P Lending

marketeers article
Foto: www.123rf.com

Pertumbuhan ekonomi (GDP) Indonesia saat ini 60% adalah dari sektor UMKM, hampir 95% penyerapan tenaga kerja juga dari sektor UMKM. Namun, terjadi gap terhadap akses keuangan dan kolateral di ekosistem petani, sehingga hidup petani sulit untuk menjadi makmur.

“Disinilah financial technology (fintech) Peer to Peer (P2P) Lending hadir untuk menyalurkan pinjaman bagi masyarakat yang belum tersentuh lembaga keuangan informal seperti perbankan atau unbanked yang kebanyakan adalah pelaku UMKM termasuk petani,” kata Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi  usai pertemuan di Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, pekan lalu.

Minggu lalu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdiskusi dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk membahas arah baru pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk petani seperti nelayan, peternak, pekebun, melalui ekosistem berbasis digital. Tujuannya, untuk memberdayakan dan membuat UMKM dan petani tersenyum, sehingga Indonesia turut tersenyum.

“Dengan kemajuan teknologi, saat ini sudah ada 164 perusahaan penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar  dan 25 berizin OJK dan menjadi anggota AFPI. Kini industri fintech lending telah mengisi financial gap sebesar Rp 74 triliun dari kebutuhan Rp 1.000 triliun,” tambah Hendrikus.

Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan ada tiga isu strategis yang dibahas dalam pertemuan dengan Kepala Staf Kepresidenan. Pertama, untuk terbitnya undang-undang (UU) data privasi karena saat ini adalah era digital, supaya memberikan rasa kepercayaan kepada user yang menggunakan layanan keuangan digital.

Kedua, perlunya UU yang mengatur industri fintech, dimana Fintech P2P Lending saat ini hanya memiliki perangkat aturan OJK, akan ditingkatkan lagi dalam bentuk UU seperti layaknya jasa keuangan lain seperti perbankan, asuransi, multifinance yang sudah memiliki UU jasa keuangan terkait industrinya masing-masing. Ketiga, akses data dukcapil biometric yakni untuk kecepatan layanan, maupun verifikasi dibutuhkan interkoneksi yang baik.

Sunu menambahkan, Kepala Staf Kepresidenan sangat mendukung AFPI bersama OJK terus mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa fintech berperan penting. “Diharapkan kita bisa bersinergi antara asosiasi, pelaku industri fintech maupun regulator OJK, didukung Kepala Staf Kepresidenan dan instansi pemerintah lainnya, diharapkan ini bisa menjadi solusi untuk meningkatkan ekonomi rakyat maupun memberikan sumbangan kontribusi kepada peningkatan ekonomi Indonesia secara luas,” katanya.

Berdasarkan data OJK hingga November 2019, total penyaluran pinjaman dari Fintech Lending mencapai Rp 74 triliun, meningkat 228% secara year to date (ytd). Rekening lender (pemberi pinjaman) juga meningkat 185,13% menjadi 591.662 entitas. Begitu juga rekening borrower (peminjam) bertambah 295,58% menjadi 17.244.998 entitas.

    Related