Di tengah perubahan global yang kian cepat, dua arus besar tengah membentuk ulang lanskap dunia bisnis, yakni kebangkitan Artificial Intelligence (AI) dan perang dagang.
Philip Kotler, tokoh yang dijuluki Bapak Pemasaran Modern menyampaikan pandangannya tentang bagaimana kedua fenomena ini memengaruhi arah pemasaran dunia ke depan. Menurut Philip Kotler, AI adalah kekuatan transformatif yang tak bisa dihindari.
Teknologi ini membuka jalan bagi perusahaan untuk berinteraksi dengan konsumen secara lebih cepat, efisien, dan personal.
“AI will reshape marketing. Perusahaan harus menyadari dampak luas dari AI yang tak hanya membawa kemajuan, tetapi juga tantangan serius. Tidak ada perusahaan, besar atau kecil, yang boleh mengabaikan apa yang tengah terjadi dengan AI. Akan ada hal baik dan buruk yang menyertainya,” ujar Philip Kotler dalam acara peluncuran Philip Kotler Museum of Marketing with Hermawan Kartajaya melalui sebuah video sambutan, Selasa (27/5/2025).
BACA JUGA: HUT ke-35, MCorp Resmikan MCorp Gallery by Hermawan Kartajaya
Namun, Philip Kotler juga tidak menutup mata terhadap risiko yang ditimbulkan AI, terutama soal hilangnya lapangan kerja akibat otomatisasi. Ia menyampaikan kegelisahannya bahwa dunia bisa saja gagal menyediakan cukup pekerjaan di tengah laju otomatisasi yang masif.
“Saya agak bimbang apakah dunia mampu menciptakan cukup pekerjaan ketika AI justru menghilangkan sebagian pekerjaan yang ada. Meski demikian, saya percaya bahwa peluang tetap terbuka, terutama di sektor yang menggabungkan teknologi dengan empati dan pelayanan manusia,” kata Bapak Pemasaran Modern tersebut.
Selain AI, ia juga menyoroti isu perang dagang yang kembali mencuat dalam beberapa tahun terakhir. Ia secara khusus mengkritik kebijakan tarif impor tinggi yang sempat diberlakukan Amerika Serikat (AS). Menurutnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat demokrasi dan prinsip pasar bebas.
BACA JUGA: Pelantikan CPM Asia ke-58: Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya Jadi Inspirasi
“Saya sulit percaya ada orang yang benar-benar yakin bisa memasang tarif ke negara lain tanpa menyebabkan lonjakan harga global. Alih-alih melindungi kepentingan nasional, kebijakan semacam itu justru memperlebar ketimpangan ekonomi. Tarif yang tidak adil hanya memindahkan kekayaan dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Apa gunanya suatu negara jika hanya segelintir orang yang kaya, sementara yang lain tidak punya apa-apa,” katanya.
Dari dua tren besar tersebut, Philip Kotler melihat bahwa dunia pemasaran kini berada di titik krusial. AI menawarkan peluang untuk mendorong efisiensi dan inovasi, tetapi juga mengharuskan pemasar menavigasi realitas sosial yang lebih kompleks.
Sementara itu, praktik dagang yang tidak adil berpotensi mengganggu stabilitas dan kepercayaan dalam sistem ekonomi global. Melalui pandangannya yang kritis, Philip Kotler mengingatkan pemasaran bukan hanya soal menjual produk, tetapi juga tentang bagaimana dapat berkontribusi pada dunia yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Editor: Ranto Rajagukguk