PHK Industri TPT Berlanjut, Pengusaha Desak Permendag 36 Tak Ditunda

marketeers article
Ilustrasi pekerja industri tekstil dan produk tekstil. Sumber gambar: 123rf.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebutkan hingga saat ini utilisasi produksi industri dari hulu hingga ke hilir masih di bawah 50%. Hal ini disebabkan lantaran membanjirnya produk impor dengan harga murah sehingga menggerus pasar dalam negeri.

Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, Ketua Umum API menjelaskan akibat dari permasalahan tersebut membuat pemutusan hubungan kerja (PHK) industri tekstil masih terjadi hingga sekarang. Sebagian besar PHK terjadi pada pabrik-pabrik yang berada di Jawa Tengah.

BACA JUGA: Banjir Impor, Pengusaha Tekstil Lokal Sulit Jual 1,5 Juta Meter Bahan

Kendati demikian, Jemmy tidak menyebutkan berapa banyak karyawan yang menjadi korban PHK. 

“Data sampai sekarang masih dinamis sekali, karyawan yang dirumahkan masih tetap berjalan dan itu benar-benar terjadi,” kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Sementara itu, berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) dua perusahaan tekstil di Semarang, Jawa Tengah telah melakukan PHK terhadap 5.300 pekerjanya sepanjang Januari-Februari 2024. Secara terperinci, satu perusahaan telah memangkas 5.000 pekerja dan satu perusahaan memangkas 300 pekerja.

BACA JUGA: Wifkain Soroti Persoalan Permodalan UKM Tekstil

Guna mengatasi permasalahan tersebut, Jemmy mendesak Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 tidak ada perubahan pemberlakuan. Rencananya beleid ini akan diberlakukan pada 10 Maret 2024.

Sebagai informasi, pokok pengaturan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 di antaranya adalah penataan kembali kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor dari post-border ke border dan relaksasi atau kemudahan impor barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Selain itu, regulasi ini juga mengatur fasilitas impor bahan baku bagi industri pemegang angka pengenal importir-produsen status Authorized Economic Operator dan mitra utama kepabeanan.

“Jadi untuk HS Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) kami minta tidak ada perubahan dan tidak ada penundaan karena bisa menjadi obat memperbaiki utilisasi yang sangat rendah, baik di hulu maupun di hilir,” ujarnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related