Plaza Indonesia, Mal Premium yang Dekati Millennials

marketeers article
Plaza Indonesia

Teknologi digital yang penggunaannya didorong oleh generasi millennials, telah mengubah cara masyarakat menjalani kehidupannya sehari-hari, mulai dari bekerja, menyantap makanan, bermain, hingga berbelanja. Karena itu pengembang real-estate seperti pusat belanja mesti menawarkan cara baru dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Sejalan dengan adaptasi teknologi digital, beberapa pusat perbelanjaan mendefinisikan ulang positioning-nya di market. Salah satunya Plaza Indonesia. Mal yang baru saja merayakan hari lahirnya ke-27 ini tengah merancang formula agar tetap relevan di dunia digital, sekaligus dapat merangkul generasi millennials.

Selama ini, Plaza Indonesia (PI) menjadi satu dari sedikit mal di Indonesia yang berhasil menjaga eksistensinya sebagai mal kelas premium. Hal ini terlihat dari rangkaian merek fashion dan aksesori A-class yang membuka gerainya di mal tersebut.

Sebut saja Dior, Chanel, Hermès, Marc Jacobs, Louis Vuitton, Michael Kors, Christian Louboutin, Cartier, dan Fendi adalah beberapa merek yang ‘bermarkas’ di Plaza Indonesia. Sudah pasti, luxury brand tersebut menyasar kalangan high affluent.  

Akan tetapi, dalam perjalanannya, Plaza Indonesia tak bisa melulu mengandalkan kalangan kelas atas sebagai satu-satunya target market. Apalagi, ada kecenderungan kalangan ‘tajir’ Indonesia berbelanja kebutuhan barang mewahnya di luar negeri. Hal ini lambat laun membuat trafik pengunjung mal tak stabil.

“Misi kami di usia ke-27 adalah memperbesar pasar kami di kalangan millennials,” ucap Zamri Mamad, General Manager Marketing & Communications PT Plaza Indonesia Realty Tbk.

Alasan Plaza Indonesia mendekati kalagan millennials cukup masuk akal. Menurut pakar pemasaran Pam Danziger, pada tahun 2035, millennials akan menjadi generasi pebelanja terbesar dalam sejarah.

Pengaruh generasi milenium ini akan terasa pada tahun 2020, dimana generasi milenium pertama (atau millennials +) bakal memiliki penghasilan yang besar. Mereka pun mulai beralih mengonsumsi pakaian dan pengalaman mewah.

“Apalagi, brand dan desainer internasional mulai menargetkan anak-anak muda sebagai konsumennya. Brand boleh tua secara usia, tapi jiwa harus tetap muda,” kata Zamri.

Istilah mewah pun kini mengalami pergeseran makna di kalangan milenium. Bagi mereka, mewah tidak lagi merujuk secara eksklusif pada tas, sepatu dan jam tangan mahal. Akan tetapi, mewah termasuk pula pengalaman.

Artinya, brand-brand mewah harus memberikan sentuhan berkesan pada pengalaman pelanggan, ketimbang sekadar produk berkualitas.

Lebih inklusif

Segala insight tersebut mempengaruhi Plaza Indonesia untuk merayakan ulang tahunnya secara lebih inklusif. Jika pada perayaan tahun-tahun sebelumnya, PI kerap mengadakan gala dinner dan after party hanya bagi para tamu undagan. Namun kali ini, kemeriahan pesta sengaja dibuat di dalam mal, dan semua terbuka untuk publik.

Dengan tema “Roaring 27”, Plaza Indonesia merangkul komunitas yang dapat menyedot publik millennials. Dari tujuh lantai yang dimiiki mal ini, empat lantai didedikasikan untuk hiburan para kaum muda-mudi itu.

Di lantai 2 misalnya (level 2), Plaza Indonesia menggelar aksi panggung dari Radya, salah satu personil komunitas hiphop Cul de Sac. Radya tampil bersama Ariel Nayaka dan Teddy Adhitya, penyanyi muda Indonesia yang baru saja mengeluarkan album solo.

Di Level 4, Plaza Indonesia berkolaborasi dengan Third Eye Space untuk menghadirkan instalasi yang dinamakan Ke-nekt-tid (baca: Connected). Karya ini menggabungkan antara manusia, teknologi, dan seni visual.

Di sana juga terdapat eksibisi fotografi yang dikurasi oleh Kelas Pagi, sekolah fotografi gratis yang dijalankan Anton Ismael selama sepuluh tahun di tiga kota; Jakarta, Yogyakarta dan Papua.

Zamri menegaskan, ke depan, Plaza Indonesia akan lebih rutin memberikan ‘panggung’ bagi komunitas muda yang ingin berkolaborasi, untuk menghasilkan karya yang menarik atensi pengunjung.

“Komunitas yang dipilih adalah mereka yang memiliki spirit dalam mengeksplorasi diri untuk terus berkarya di industri mode dan seni di tanah air,” ucapnya.

Lelaki melayu ini juga bilang, pihaknya telah menyediakan ruang ritel berbentuk pop-up store seluas total 1.000 m2 yang bisa dimanfaatkan bagi merek fashion millennials untuk memasarkan produknya di Plaza Indonesia.

Plaza Indonesia Fashion Week 2017 ke-10 menggandeng 35 desainer dan merek international, dihelat pada 20-25 Maret di The Warehouse, Plaza Indonesia, Level 5

Selain itu, PI tengah menggodok platform e-catalog berisi daftar produk dari berbagai merek yang dijual di dalam mal ini. Meski bukan e-commerce, kehadiran e-catalog merupakan langkah PI untuk tetap relevan dengan kebutuhan millennials.

Menghadapi maraknya dunia e-commerce, Zamri mengatakan Plaza Indonesia masih mengamati sejauh mana pergerakan perdagangan online tersebut. Menurut pengamatannya, pertumbuhan e-commerce di Indonesia masih didorong oleh produk-produk murah dan terjangkau.

Sehingga, mau tak mau, merek-merek mewah tetap mengandalkan toko fisik sebagai kanal penjualan utama mereka. Apalagi, dengan jumlah mal premium yang terbatas, Plaza Indonesia masih menjadi primadona bagi para luxury brand yang ingin melakukan ekspansi bisnis di nusantara.

Related