PMI Manufaktur Merosot, Apa Kata Pemerintah dan Stakeholder?

marketeers article
a factory worker in a white lab suit, latex gloves and face mask, working with some modern equipment during the manufacturing of a tv set.

Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke level 27,5 pada April 2020. Kondisi ini tidak lepas sebagai akibat dari dampak pandemi COVID-19. Pemerintah dan stakeholder pun meramu strategi guna mendongkrak PMI manufaktur ini. Seperti apa?

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mendorong peningkatan rasio penyerapan produk industri Indonesia di pasar global untuk jangka menengah dan jangka panjang. Langkah yang akan dilakukan adalah dengan menyeimbangkan startegi pertumbuhan ekonomi dan pembatasan penyebaran COVID-19.

“Kondisi Indonesia saat ini hampir serupa dengan yang dialami India. Negara tersebut juga memiliki struktur industri yang mirip dengan Indonesia. Untuk itu, Kemenperin telah memetakan sejumlah sektor industri yang terdampak pandemi COVID-19. Dari hasil pemetaaan, didapati tiga kelompok besar, yaitu industri yang suffer, moderat, dan high demand,” jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (07/05/2020).

Pemerintah dikatakan Agus akan mengoptimalkan kinerja industri yang masuk ke dalam kelompok high demand.

Pemulihan angka PMI manufaktur Indonesia sangat tergantung juga terhadap kebijakan yang diambil pemerintah dalam menyikapi dampak wabah COVID-19 terhadap sektor industri dan perekonomian. Kebijakan yang tepat dan terukur akan membuka peluang bagi sektor industri dan perekonomian untuk bangkit pasca COVID-19.

Presiden Joko Widodo telah meminta pada jajaran menteri di bidang ekonomi untuk mengidentifikasi sektor mana saja yang mengalami kontraksi paling dalam. Sehingga, stimulus dan skenario recovery dapat dirancang dengan tepat.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Shinta Wijaya Kamdani memandang, penurunan angka PMI manufaktur Indonesia sebagai dampak dari dua hal.

Pertama, berkurangnya supply bahan baku industri serta turunnya permintaan ekspor dari berbagai negara tujuan. Selain itu, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlaku di berbagai daerah di Indonesia turut membawa dampak pada supply dan demand sektor industri.

Menurutnya, kebijakan PSBB ini juga mempengaruhi mobilitas rantai pasok bahan baku industri.“Terdapat pembatasan pergerakan transportasi di berbagai daerah, sehingga rantai pasok dan distribusi bahan baku juga terpengaruh,” tambah Shinta.

Shinta mengungkapkan, Izin Operasional Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) yang diterbitkan oleh Kemenperin bertujuan agar perusahaan dapat beroperasi dalam masa tanggap darurat COVID-19 dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. “Kami mohon agar izin ini dihormati oleh pemerintah daerah sehingga perusahaan yang mendapatkan IOMKI dapat beroperasi,” ungkap Shinta.

Pada prinsipnya, pengusaha menyetujui pengawasan dan pemberian sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan protokol kesehatan. Namun demikian, upaya ini harus dilakukan secara tepat dan proprosional sehingga perusahaan industri dapat tetap berproduksi dan mendukung berlangsungnya perekonomian.

“Saya yakin tujuan kepala daerah untuk melakukan pengawasan operasional baik dan kami juga mempersilahkan apabila ada tindakan bagi perusahaan industri yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan,” jelas Shinta.

Shinta pun memandang koordinasi di tingkat pemerintah daerah dan kementerian sudah berjalan dengan baik, namun dibutuhkan komitmen yang lebih kuat di tingkat pelaksanannya. Ia mendorong agar kementerian juga melakukan pengawasan terhadap operasional industri saat masa tanggap darurat COVID-19.

“Jadi tidak hanya pemerintah daerah saja yang melakukan pengawasan, di tingkat kementerian juga perlu melakukan pengawasan sehingga dapat mengetahui implementasi kebijakan yang sudah ditetapkan. Hasil temuan ini nantinya bisa menjadi masukan bagi penerapan kebijakan,” pungkas Shinta.

Agus optimistis, industri manufaktur nasional dapat pulih secara bertahap ketika kembali beroperasi dengan normal.

“Kami berharap nanti dalam tiga bulan setelah PSBB selesai, angka PMI manufaktur Indonesia dapat kembali di level 51,9 seperti yang pernah kita raih pada bulan Februari 2020,” papar Agus.

Related