Q1-2022, Bursa Efek Indonesia Catatkan Aktivitas IPO Teraktif di Asean

marketeers article
Bursa Efek Indonesia (Ilustrasi: 123RF)

Ernst & Young (EY) belum lama ini melaporkan tren seputar aktivitas IPO secara global. Dikutip dari laporannya pada Rabu (20/4/2022), Bursa Asean mengalami peningkatan 32% dalam jumlah transaksi dengan catatan 29 IPO pada Q1-2022, naik dari 22 IPO pada Q1-2021. Perusahaan juga mengungkap performa IPO Bursa Efek Indonesia yang dinilai sebagai salah satu yang paling efektif di Asean.

Melihat performa pasar Asean, peningkatan jumlah transaksi pada Q1-2022 diikuti penurunan pendapatan sebesar 57% atau sekitar US$ 1 miliar pada Q1-2022, turun dari US$ 2,4 miliar pada Q1-2021. Penurunan pendapatan yang mencolok disebabkan oleh tidak adanya mega-IPO yang di-posting pada Q1-2022, dibandingkan dengan satu mega IPO tahun lalu.

Selama kuartal ini, Bursa Efek Indonesia menjadi yang paling aktif berdasarkan jumlah transaksi yakni mencapai 12 IPO dan menghasilkan US$ 219 juta. Sedangkan bursa Malaysia memimpin dari sisi pendapatan, yang mencapai US$ 362 juta melalui lima IPO. Di bursa Asean lainnya, bursa Thailand mencatat lima IPO yang mengumpulkan US$ 228 juta, Bursa Efek Filipina mencatat empat IPO sejumlah US$ 201 juta sementara Catalist Singapura menyambut tiga IPO yang menghasilkan US$ 17 juta.

“Meski menjadi pasar yang paling aktif, performa IPO Bursa Efek Indonesia pada Q1-2022 mencatat kemunduran dibandingkan dengan aktivitas IPO Indonesia di Q4-2021, baik dari segi jumlah perusahaan yang go public maupun hasil IPO. Dari 12 perusahaan baru yang tercatat di BEI, 2/3 di antaranya tercatat di papan pengembangan. Kami percaya ini adalah salah satu alasan bahwa total hasil IPO turun 91% kuartal-ke-kuartal (quarter on quarter),” ungkap Sahala Situmorang, Lead Strategy and Transactions Partner PT Ernst & Young Indonesia melaporkan kepada Marketeers.

Secara spesifik, sektor yang paling populer di pasar IPO Q1-2022 adalah consumer goods, tercatat 58,3% dari pendatang baru di bursa melakukan bisnis di sektor ini. Mengikuti jejak tech giant seperti Bukalapak dan GoTo, beberapa perusahaan teknologi lain juga berencana untuk IPO.

“Ketegangan geopolitik juga telah memicu kenaikan harga komoditas yang signifikan. Hal ini diperkirakan akan berdampak positif bagi para pendatang baru yang bekerja di bisnis terkait komoditas. Dengan latar belakang ini, kami berharap pasar modal Indonesia akan membaik pada kuartal berikutnya hingga akhir tahun,” tutup Sahala.

Related