Rebut Hati Gen Z dengan Video Marketing

marketeers article
New york, USA August 22, 2017: Youtube application menu on smartphone screen close-up. Using Twitter app

Salah satu laku seorang pemasar adalah selalu update dengan tren industri – khususnya industri tempat perusahaannya berada. Sekali lengah, bisa jadi peluang-peluang baru akan terlewatkan begitu saja.

Tren ini bisa menyangkut perkembangan teknologi, perubahan perilaku konsumen, regulasi di industri, hingga perubahan peta persaingan. Asal tahu saja, teknologi mutakhir saat ini memungkinkan perubahan bisa berlangsung dengan cepat dan mengejutkan. Bahkan, membuat perusahaan kelimpungan mengikutinya.

Memasuki tahun 2020, salah satu tren yang patut diperhatikan oleh pemasar adalah makin kuatnya pengaruh Generasi Z. Generasi baru yang bakal mendominasi pasar setelah segmen milenial adalah Generasi Z. Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Diperkirakan, segmen baru ini akan menjadi target besar yang akan disasar oleh merek dan perusahaan.

Hampir sama dengan generasi sebelumnya, Gen Z sangat aktif terhubung dengan media-media sosial. Seperti yang dikuti dari Forbes, mereka tak lagi menaruh perhatian pada kanal-kanal tradisional. Sebab itu, komunikasi pemasaran harus menggunakan platform-platform yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Misalnya, Instagram, Snapchat, YouTube, TikTok, hingga Netflix.

Menurut hasil survei Business Insider (melibatkan 1.884 partisipan berusia 12 hingga 21 tahun), 65% orang muda di Amerika Serikat selalu buka Instagram dan 65% melihat YouTube setiap hari. Sementara, yang aktif di Facebook sebesar 34% dan 23% di Twitter. Survei baru yang dilakukan The Manifest menyatakan 89% Gen Z menggunakan YouTube, disusul 74% Instagram, dan 68% Snapchat.

Data tersebut mengusung sebuah insight baru bahwa kultur visual itu lebih populer di kalangan Gen Z. Dan, saat ini adalah eranya kebangkitan kultur visual.

Video Marketing

Untuk merebut hati mereka, pemasar bisa memanfaatkan pemasaran melalui video. Di video ini, pemasar harus menciptakan experience baru dan menyenangkan bagi mereka. Hindari hardselling. Gandeng beberapa microinfluencers untuk menggaet mereka.

Mengapa video? Video diyakini sebagai media yang cukup berpengaruh dalam membangun ikatan dengan audiens. Video pendek di media-media sosial akan makin marak digunakan pada tahun 2020. Konten bisa beragam. Bisa murni video atau integrasi antara video dengan teks. Video akan makin kuat pengaruhnya ketika memuat unsur storytelling.

“Snapchat dan Instagram sangat populer di kalangan segmen muda karena memuat sedikit konten tekstual dan kaya akan gambar-gambar visual,” ujar Mark McIntyre, CEO MaxAudience, perusahaan periklanan seperti dikutip dari Forbes.

Melihat tren tersebut, perusahaan agar tetap “nyambung” dengan generasi Z, harus mulai berinvestasi pada konten video. Menurut studi Pew Research Center pada tahun 2018, 85% remaja menggunakan YouTube. Dan, menurut Google, para remaja ini memanfaatkan YouTube tak sebasar hiburan, tetapi juga untuk mencari pengetahuan sekaligus keterampilan baru. Studi Google ini juga menunjukkan tujuh dari sepuluh Gen Z merasa lebih terhubung dengan yang lain melalui video.

Ke depannya, tren konsumsi konten video ini akan makin marak. Cisco memperkirakan konten video akan mendominasi 82% dari trafik internet secara global pada tahun 2022 atau naik 75% pada tahun 2017. Dari tren ini, live video akan tumbuh lima belas kali lipat sebesar 17% dari trafik video internet tahun 2022.

Apa yang perlu dilakukan oleh pemasar? Mulailah memanfaatkan konten video untuk membangun komunikasi pemasaran dengan segmen tersebut. Tentunya dengan konten dan kemasan yang “Gen Z banget”, seperti menghibur, tidak menggurui, mengusung cerita, dan kekinian.

Related