Revolusi Digital P&G: Sebuah Prolog

marketeers article
Robert McDonald, CEO P&G. Sumber: http://content-portal.istoedinheiro.com.b

Peran CEO Robert McDonald tidak boleh dibilang enteng dalam membesarkan P&G sebagai produsen consumer goods di dalam revolusi digitalnya. Pasalnya, dialah orang yang getol menjadikan P&G sebagai perusahaan yang selalu terkonek dengan para pelanggannya. Jalan utamanya tak lain adalah teknologi digital. Veteran dan mantan kapten pasukan Amerika Serikat itu berhasil menerapkan aplikasi teknologi digital dengan skala besar dan melintasi segala aspek dari aktivitas dan operasional P&G, dari membuat sistem molekul di laboratorium risetnya sampai bagaimana mengelola relasi dengan riteler dan pabrikan, membangun merek, maupun berinteraksi dengan pelanggan. Kuncinya tak lain adalah inovasi yang lebih baik, produktivitas yang lebih tinggi, harga lebih murah, dan janji pertumbuhan yang lebih cepat.

Dalam sebuah catatannya, Robert McDonald mengatakan tujuan utama P&G serius menggarap sistem digital karena serius meningkatkan kualitas layanan kepada para pelanggannya. “Dengan teknologi digital sekarang ini, dimungkinkan membangun hubungan satu per satu dengan konsumen di seluruh dunia. Relasi yang dibangun juga lebih intim. Kami ingin menjadi perusahaan yang mampu membangun relasi yang diperlukan oleh merek kami. Dan, teknologi digital memungkinkan hal tersebut,” tulis Robert McDonald.

Dengan teknologi digital, selain lebih intim, Robert McDonald ingin membangun relasi yang mengusung kekinian. Teknologi ini juga membantunya dalam menangkap dan mendengarkan umpan balik konsumen pada perusahaannya. Menurut pengakuannya, tradisi mendengarkan umpan balik konsumen ini sudah ia lakukan sejak lama, jauh sebelum euforia media digital seperti sekarang ini. Pada tahun 1984, misalnya, saat Robert masih menjabat sebagai manajer merek Tide, ia sering mendengarkan rekaman komentar dari konsumennya di mobil dalam perjalanan pulang. Saat kembali ke kantor, ia akan membaca dan membalas setiap umpan balik, termasuk surat-surat yang perusahaan terima. Saat itu, media sosial belum ada, seperti blog, Twitter, Facebook, dan aneka media digital lainnya.

Selain itu, menurut Robert, di P&G dikenal istilah “Consumer Pulse”. Dengan analisis Bayesian, demikian Robert menerangkan konsep itu, perusahaan bisa dengan gampang memindai semua komentar terhadap merek-merek milik perusahaan, lalu mengkategorikannya berdasarkan merek, dan meletakkannya pada layar mereka yang bertugas di sana. Bahkan, secara personal, Robert sendiri membaca komentar-komentar terkait merek P&G tersebut.

Baginya, reaksi cepat atas komentar konsumen itu sangat signifikan. Robert ingin menjadikan P&G sebagai perusahaan yang responsif. “Kalau kami tidak menanggapi sesegera mungkin apa yang terjadi di dalam sebuah blog terkait dengan merek kami, mungkin sesuatu yang lebih buruk akan terjadi. Semua bisa dikontrol dengan memanfaatkan waktu secara cepat,” tulis Robert.

Dengan teknologi digital, sambung Robert, perbaikan atas pekerjaan yang masih kurang bagus bisa sesegera mungkin dilakukan. Robert memberi contoh produk Unstopables Dwony. Saat diluncurkan, P&G langsung menerima aneka komentar dan masukan dari konsumennya, seperti soal aroma dan sebagainya. Dengan ini, pihak perusahaan bisa langsung terlibat dalam percakapan dengan konsumen dan bisa sesegera mungkin melakukan perbaikan atas masukan dari konsumen tersebut.

Lalu, bagaimana P&G memanfaatkan teknologi yang ada untuk melakukan customer engagement? Media-media apa saja yang digunakannya? Jawabannya ada dalam tulisan berikutnya.

Related