Selama pandemi, ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat. Hal ini membuat banyak kendaraan pribadi, khususnya mobil, yang jarang digunakan. Hal ini membuat para pemilik kendaraan menunda perawatan kendaraan dan penggantian oli.
Apakah hal ini aman buat kendaraan? Menurut Rifar Sungkar, pembalap nasional dan brand ambassador Mitsubishi Indonesia, kalau oli masih bagus meski sudah lama dan jarang dipakai, pemilik kendaraan harus tetap concern yang ada di buku manual. “Jadi, harus tetap diusahakan mengikuti panduan, baik itu tepat waktu dan tepat penggantian,” katanya.
Ia menambakan, di semua kendaraan ada berbagai jenis pelumas, seperti pelumas mesin, pelumas rem, pelumas transmisi dan gardan dan pelumas power steering. Tips yang paling ampuh untuk menjaga kendaraan stabil adalah dengan melihat jarak tempuh atau pergantian. “Makanya, Mitsubishi punya multi-information display (MID) yang selalu memberi reminder ke pemilik kendaraan,” katanya.
Rifat menegaskan, terkait pergantia oli untuk mobil yang tetap aktif atau digunakan setiap hari harus benar-benar memerhatikan kilometer yang ditempuh. Ketika jarak tempuh sudah mencapai 10.000 kilometer biasanya tingkat viskositas oli sudah berkurang,. Kerekatan komponen struktur dan kelicinan jadi tidak ada. Fracture sudah sangat rusak, kalau terus dibiarkan oli bisa berkurang.
“Oli bisa menguap. Sampai berapa toleransinya? Paling aman 10%, jadi kalau harus ganti oli setelah 10.000 km, maksimal 11.000 km harus ganti oli karena setelah itu kualitas oli turun dengan cepat,” jelasnya.
Lalu, apakah ada perbedaan perawatan terkait pelumas antara kendaraan bertransmisi manual dan automatis? Menurut Rifat, memang ada perbedaan. Pada penggantian oli transmisi untuk tipe manual harus ganti semua oli.
“Sedangkan pada mobil matik ada oli gearbox dan oli cadangan. Jadi, untuk penggantian oli mobil otomatis butuh dua-tiga kali flushing ganti oli secara keseluruhan,” pungkasnya.