Riset: Gap Antara Jangkauan Layanan dan Literasi Keuangan Masih 38,16%

marketeers article

Harus diakui, perkembangan dan penetrasi teknologi di Indonesia memang sudah tinggi namun belum menyentuh seluruh wilayah. Hal ini juga memengaruhi inklusi serta literasi keuangan bagi masyarakat.

Persoalan ini memerlukan perhatian khusus. Terlebih lagi, berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan mencapai 76,19%. Tetapi, indeks literasi keuangan baru di angka 38,03% (selisih 38,16%).

Rendahnya tingkat literasi keuangan menjadi persoalan yang harus diperhatikan karena berdampak tidak hanya bagi individu tetapi juga negara secara keseluruhan.

Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keuangan rentan mengalami penipuan serta tidak pandai mengatur keuangan sehingga berpotensi memperdalam utang.

Permasalahan keuangan yang dihadapi orang-orang yang memiliki pengetahuan minim tersebut dapat berujung pada kemiskinan. Survei OJK 2019 juga menunjukkan indeks literasi keuangan di perkotaan hanya 41,41% sementara masyarakat pedesaan berada pada angka 34,53% saja.

Data lain juga menampilkan bahwa perempuan memiliki indeks literasi keuangan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 36,13%. Melihat data tersebut, Amartha sebagai fintech peer-to-peer lending yang fokus kepada perempuan pengusaha mikro di pedesaan pun menciptakan inisiasi pelatihan serta pendampingan secara rutin.

“Kami menyadari bahwa Mitra Amartha tidak hanya membutuhkan modal usaha tetapi juga pelatihan pengelolaan usaha dan keuangan agar dapat lebih sejahtera secara finansial,” ujar CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra.

Mitra Amartha  yang telah bergabung juga harus mengikuti pelatihan. Di sana, akan dikenalkan mengenai dasar pengelolaan modal usaha dengan bekerjasama dengan sejumlah lembaga internasional

Upaya tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan kompetensi literasi keuangan di masyarakat khususnya di desa. Pelatihan tersebut diinisiasi dari data yang ditemukan Amartha bahwa mayoritas pendidikan yang ditempuh oleh perempuan di pedesaan hanya sampai pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dengan persentase 52.3%.

Tidak hanya kesulitan dari sisi pendidikan saja, akses informasi untuk mengadakan pelatihan keuangan pun terhambat karena kepemilikan ponsel yang terhubung dengan internet (62,5%).

Merespons rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya akses, Amartha pun berkolaborasi dengan World Bank, DFAT Australia, dan Unilever. Kolaborasi ini dilakukan untuk mengedukasi perempuan di pedesaan mengenai pengelolaan keuangan.

Dalam program edukasi yang melibatkan 570.000 mitra ini, Amartha menjalankan pilot project mereka dengan melakukan Training for Trainers (ToT). Program ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas tim lapangan agar bisa menyampaikan literasi keuangan kepada masyarakat.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related