Salah Kaprah Merek Memandang Gen Z

marketeers article

Pasar anak muda terus menjadi pasar seksi yang diperebutkan oleh banyak merek. Ini terjadi hampir di setiap masa. Pasalnya anak muda (youth) selalu menjadi subkultur berpengaruh besar dalam perubahan dinamika pasar, selain perempuan (woman), dan para warganet (netizen). Ketiganya disebut dengan YWN Subcultures.

Dalam cara pandang subkultur YWN tersebut, merek yang berhasil merebut hati anak muda akan menguasai mind share. Sedangkan yang merebut hati segmen perempuan akan menguasai market share dan yang merebut atensi para netizen akan menguasai heart share.

Pada masa sekarang, generasi yang mendominasi segmen muda adalah Generasi Z (Centennials). Generasi ini lahir pada periode pada tahun 1996-2012 yang sudah mewarnai dunia kerja. Pada tahun 2030, Gen Z akan menjadi generasi mandiri dalam hal keuangan dan memiliki purchasing power yang besar. Oleh karena itu, merek yang ingin eksis di masa depan harus mulai engage dengan Gen Z sejak sekarang.

Sayangnya, banyak merek masih salah kaprah memandang segmen anak muda, khususnya Gen Z tersebut. Apa saja salah kaprah tersebut?

Menganggap Segmen Muda Kekinian adalah Milenial

Banyak merek masih memandang segmen anak muda itu segmennya Milenial (Gen Y). Padahal, era Milenial sudah berlalu. Era keemasan Milenial terjadi sepuluh hingga lima belas tahun silam. Jadi, kalau ada merek yang membanggakan diri dekat dengan Milenial sebagai pasar anak muda itu merupakan pandangan yang keliru. Artinya, definisi anak muda tidak lagi dikaitkan dengan Milenial, tetapi sudah bergeser ke Gen Z. Mau tak mau, merek yang ingin mendekati anak muda harus mendekati Gen Z. Ingat, era Milenial sebagai anak muda sudah berakhir.

Menyamakan Gen Z Seperti Milenial

Masih ada banyak merek mengklaim diri menyasar semen Gen Z tetapi dengan cara-cara dan pendekatan kepada segmen Milenial. Artinya, Gen Z disamakan dengan Milenial, padahal dua generasi tersebut memiliki karakter yang berbeda. Akibatnya komunikasi merek dengan segmen ini sering tidak nyambung.

Ada tiga perbedaan paling kentara antara Milenial dan Gen Z. Pertama, Milenial merupakan generasi yang ingin menampilkan yang terbaik dari dirinya (best version of me), sedangkan Gen Z cenderung tampil autentik (authentic me) alias apa adanya dan menampilkan dirinya sendiri. Kedua, Milenial cenderung lebih emosional dalam memilih produk dan layanan (value feel-good factor). Sedangkan Gen Z lebih condong pada fungsi produk dan layanan tersebut (value product utility) alias lebih rasional. Ketiga, Milenial memaknai kesuksesan dari status sosial ekonomi mereka (success= status). Sedangkan Gen Z menghubungkan kesuksesan dengan kebahagiaan sederhana (success=happiness).

Gunakan Komunikasi Pemasaran Milenial

Karena menyamakan karakter Gen Z dengan Milenial tersebut, merek dalam pendekatan komunikasi pemasarannya juga sering salah. Salah satunya yang paling kentara adalah pilihan platform media sosial. Padahal setiap platform media sosial memiliki segmentasi penggunanya masing-masing dan segmen pengguna tersebut memiliki karakter yang berbeda. Instagram, misalnya, lebih cocok untuk Milenial yang cenderung ingin tampil sempurna. Di sana, ada filter yang membuat tampilan foto menjadi lebih baik dari foto aslinya. Sementara, TikTok lebih cocok untuk Gen Z yang cenderung lebih suka tampil apa adanya, tanpa edit (raw).

Gen Z Sebagai Pemuja Smartphone

Generasi Z lahir sebagai generasi tech-native yang lahir ketika dunia digital sudah berkembang sedemikian rupa. Hidup mereka sangat erat dengan teknologi digital. Namun, ingat, mereka tidak menggunakan perangkat seluler untuk semua urusan hidupnya, termasuk berbelanja.

Tentu saja, perangkat digital menjadi faktor pembelian mereka. Lebih dari separuh Gen Z memeriksa ketersediaan produk, membaca ulasan, dan membandingkan harga secara daring. Namun, saat berbelanja, mereka punya preferensi lain selain smartphone. Termasuk saat mereka menonton film maupun olahraga yang lebih banyak menggunakan laptop dan dan TV daripada perangkat mobile. Ini dilandaskan oleh hasil survei UNidAYS 2018 secara global.

Gen Z Suka Mengobral Data

Kehidupan Gen Z yang kental dengan dunia digital tidak serta merta menjadikan mereka generasi yang tidak kritis pada masalah privasi atau data pribadi. Gen Z sering dianggap sebagai generasi yang suka mengumbar info-info seputar dirinya di media sosial. Meski demikian, mereka cukup memiliki literasi tentang perlindungan atas privasi dan data-data pribadi.

Gen Z Tak Peduli Lingkungan dan Isu Sosial

Karakter glamor yang sering dilekatkan pada anak-anak Gen Z memunculkan asumsi keliru bahwa mereka adalah generasi foya-foya yang tidak memedulikan lingkungan dan isu sosial di sekitar mereka. Menurut temuan Alvara Research Center (2022) yang tertuang dalam laporan berjudul Gen Z: Millennial 2.0?, Gen Z merupakan generasi yang peduli pada isu-isu global, khususnya lingkungan. Kasus pandemi pun mereka anggap sebagai bagian dari isu lingkungan secara global, seperti perubahan iklim yang berimbas pada masalah pangan, krisis energi, bencana alam, dan sebagainya.

Demikian beberapa contoh salah kaprah pemahaman terkait Gen Z. Tentu saja masih banyak salah kaprah lain yang berpengaruh pada pola pendekatan dan komunikasi merek terhadap generasi ini. Tentunya akan ada sisi lain atau anomali dari setiap tren di atas. Yang jelas, hanya dengan pemahaman yang benar pada segmen yang disasar, sebuah strategi komunikasi pemasaran akan berjalan dengan efektif.

Related