Sambut New Normal, Peritel Harus Punya Pendekatan Baru

marketeers article
Female hand holding mobile smart phone on Supermarket blur background, business concept

Industri ritel menjadi salah satu yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19. Kondisi ini tidak hanya terjadi di dalam negeri, bisa dikatakan industri ritel global pun terpapar parah.

Di Indonesia, penurunan ritel, khususnya di pusat belanja sudah terjadi sebelum pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Menurut A. Stefanus Ridwan E, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), terjadi penuruan pengunjung mal sejak pengumuman dua pasien pertama COVID-19 di negara ini.

“Setelah itu, belanja konsumen bergeser, dari produk lifestyle ke produk kesehatan. Hiburan pun bergeser, dari nonton bioskop pindah ke Netflix dan game online. Pandemi juga membuat interaksi sosial berkurang dan bergeser ke online. Lalu, pendapatan konsumen turun, sehingga hanya beli yang dibutuhkan,” kata Stefanus di acara Industri Roundtable: Surviving The COVID-19, Preparing The Post, Ritail Industry Perspective, hari ini, (09/06/2020).

Untuk itu, pelaku ritel harus menyesuaikan diri alias beradaptasi. Membuat protokol kesehatan yang melindungi pelanggan dan karyawan. Kemudian, menyiapkan model belanja yang tauchless dan cashless.

“Tidak hanya itu, peritel harus sabar menunggu waktu konsumen untuk membeli barang tersier lagi. Artinya, meski mal sudah dibuka, konsumen tidak lalu serta merta menyerbu mal dan belanja barang-barang lifestyle. Hal ini karena kondisi ekonomi menurun, sehingga peritel perlu fleksibel pada pemenuhan kebutuhan pelanggan,” ujarnya.

Stefanus menawarkan beberapa strategi untuk para peritel dalam menghadapi kondisi new normal. Pertama, Reconnect, yaitu memahami kembali kebutuhuan konsumen di era new normal ini.

Kedua, Maximize the tools. Peritel harus membuat inovasi yang lebih memudahkan pelanggan saat belanja yang mengacu pada protokol kesehatan. Pada saat yang sama memahami kerangka pikir pelanggan. “Salah satu contoh penerapannya adalah menggunakan teknologi digital dalam bertransaksi dan membuat omnichannel,” jelasnya.

Ketiga, Communicate. Pada tahap ini, peritel harus proaktif dan transparan untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan dengan pendekatan kreatif. “Kabarkan ke konsumen Anda bahwa setelah mal dibuka toko Anda juga buka. Harus benar-benar buka agar tidak mengecewakan konsumen,” tambahnya.

Terakhir, Adapt and adjust. Peritel harus melakukan secara konsisten sterilisasi karyawan, pengunjung, dan toko. Bahkan, bila diperlukan reorganisasi fisik toko untuk mengakomodasi pesanan pick-up/take away, dan self check out. Lalu, mengatur jumlah pelanggan di dalam toko dan karyawan toko harus menggunakan peralatan pelindung. “Sebagai contoh, di Lotte, pakai sistem kartu untuk mengontrol jumlah pengunjung,” ungkapnya.

    Related