PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) mengeklaim sebanyak 21%-38% produknya telah rendah karbon dibandingkan semen konvensional. Produksi semen dengan ramah lingkungan menjadi strategi perusahaan dalam menjaga keberlangsungan bisnis jangka panjang.
Donny Arsal, Direktur Utama Semen Indonesia menjelaskan guna memuluskan langkah tersebut, perseroan telah menerapkan Sustainability Roadmap 2030 yang menyelaraskan aspek Triple Bottom Line yaitu Planet, People, Prosperity.
BACA JUGA: Semen Indonesia Raih Laba Rp 503,49 Miliar pada Semester I
Perseroan secara terus-menerus berupaya dalam menurunkan tingkat emisi karbon per ton produknya melalui penurunan konsumsi energi dan peningkatan produktivitas melalui teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Selain itu, SIG juga mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam melalui penggunaan bahan baku dan bahan bakar alternatif, pembangkit listrik tenaga surya dan mikrohidro, maupun recovery panas (WHRPG). Termasuk pula penggunaan teknologi baru sejalan dengan perkembangan zaman seperti hydrogen rich injection.
BACA JUGA: Penjualan Semen Indonesia Naik 10%, Laba Tembus Rp 3,30 Triliun
“Pola operasi yang ramah lingkungan telah mendukung inisiatif SIG dalam memproduksi semen hijau yang tercatat 21-38% lebih rendah emisi karbon dibandingkan semen konvensional,” kata Donny melalui keterangan resmi, Senin (3/2/2025).
Donny menyebut untuk mengejar aspek sustainability, SIG telah mengonversi pembiayaan perusahaan ke Sustainability Linked Loan (SLL). Selain sebagai komitmen SIG terhadap inisiatif dekarbonisasi, SLL juga memberikan benefit penurunan margin bunga dibandingkan utang bank sindikasi eksisting dengan terms yang lebih baik.
Dia bilang inisiatif ini makin menunjukkan keseriusan SIG dalam upaya dekarbonisasi. Komitmen SIG dalam mendukung pencegahan pemanasan global berupa target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) telah meraih validasi dari lembaga internasional, Science-Based Target initiatives (SBTi).
“Pencapaian ini membawa SIG menjadi perusahaan pertama di industri bahan bangunan Indonesia tervalidasi SBTi, yang memiliki kriteria ketat dalam menetapkan target emisi GRK sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” ujar Donny.
Editor: Ranto Rajagukguk