Setelah YOLO, Muncul Tren Gaya Hidup YONO di Kalangan Gen Z, Apa itu?

marketeers article
Ilustrasi konsumen yang tengah membawa barang belanjaan. (FOTO: 123RF)

Baru-baru ini muncul istilah YONO (you only need one) di media sosial, khususnya di kalangan Gen Z. Istilah YONO mirip dengan YOLO (you only live once) yang telah populer lebih dulu, tapi memiliki makna yang berbeda.

Jika YOLO merujuk pada gaya hidup yang berfokus pada kebahagiaan diri sendiri sehingga mengutamakan pengalaman dibanding persiapan untuk masa depan. Apa itu YONO?

Lain halnya dengan YONO, dikutip dari Maeil Business Newspaper pada Kamis (2/1/2025), gaya hidup yang berfokus pada kebutuhan dan keberlanjutan.

Orang-orang yang menganut prinsip YONO lebih mengutamakan kebutuhan dibandingkan keinginan. Selain itu, mereka juga meminimalkan konsumsi barang yang hanya berlaku saat ini, sehingga lebih berfokus pada keberlanjutan jangka panjang, baik secara ekonomi maupun lingkungan.

BACA JUGA 3 Budaya Kerja ala Gen Z Ini Diprediksi Jadi Tren Tahun 2025

Gaya hidup YONO pun berkembang seiring dengan tren low consumption core yang muncul sebagai reaksi terhadap budaya konsumsi impulsif yang didorong oleh tren fear of missing out (FOMO) di media sosial.

Salah satunya menjalani tantangan ‘10.000 Won Challenge’ yang sempat populer di Korea, yaitu menjalani hidup hanya dengan 10.000 won per hari. Sebuah tantangan yang juga menunjukkan bagaimana seseorang bisa menjalani hidupnya dengan anggaran terbatas tanpa kehilangan kebahagiaannya.

YONO menawarkan solusi dengan mengadopsi konsumsi minimalis yang tetap stylish, tetapi memiliki fokus pada nilai dan tujuan jangka panjang.

Hal ini pun sejalan dengan kondisi ekonomi global yang menghadapi tantangan seperti kenaikan harga, suku bunga, dan inflasi.

Sebab itu, tren YONO seolah menjadi angin segar bagi masyarakat untuk mengeksplorasi barang yang dimiliki dan memaksimalkan manfaatnya.

BACA JUGA 5 Tips Bikin Foto Kreatif ala Gen Z dengan Smartphone

Berakar dari minimalisme

Diketahui, gaya hidup YONO memiliki akar dari konsep minimalisme yang populer di Jepang, seperti Danshari dan Gonmari.

Danshari, yang dipopulerkan oleh Hideko Yamashita, menekankan pentingnya melepaskan barang yang tidak diperlukan untuk mencapai ketenangan batin. Sementara Gonmari (Marie Kondo), mengajarkan pentingnya memilah barang berdasarkan apakah benda tersebut ‘memercikkan kegembiraan’ (spark joy).

Kendati demikian, you only need one  lebih jauh dari kedua konsep tersebut karena turur memerhatikan dampak konsumsi terhadap lingkungan.

Mereka yang menerapkan gaya hidup YONO cenderung memilih barang berkualitas tinggi yang tahan lama, menggunakan bahan ramah lingkungan, serta mendukung ekonomi lokal melalui pembelian produk daerah.

Editor: Eric Iskandarsjah Z

Related

award
SPSAwArDS