Siapa Bilang Properti Tak Sumbangkan Devisa?

marketeers article

Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) sejak pertama didirikan hingga sekarang kental imejnya sebagai pengembang perumahan kelas bawah. Seiring dengan perubahan lanskap industri, Perum Perumnas melihat potensi di segmen yang lebih tinggi kelas ekonominya.

Membidik segmen menengah atas, Perum Perumnas memiliki pekerjaan rumah untuk mengubah imej lama tersebut. Hal ini kian penting bagi Perum Perumnas untuk membangun kepercayaan masyarakat dan kesadaran terhadap produk terbaru mereka yang baru dliuncurkan tahun lalu. Salah satu produk kelas atas yang dibangun Perum Perumnas adalah Sentraland.

Lantas, bagaimana Perum Perumnas membangun brand image yang baru? “Melalui anak usaha kami, PT Propernas Griya utama (PGU) dan PT Propernas Nusa Dua, kami fokus pada produk-produk, seperti apartemen, landed home, shopping mall, atau condotel. Yang sudah diresmikan proyeknya ada di Semarang, Surabaya, dan daerah lainnya. Dari sini, peran komunikasi pemasaran menjadi tantangan dalam membangun imej. Untuk itu, produk dan servis harus benar-benar dirancang untuk membidik pasar dengan tepat,” jelas Direktur Pemasaran Perum Perumnas Muhammad Nawir dalam acara BUMN Marketeers Award 2015 di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Sabtu (05/09/2015).

Dalam ajang ini, Perum Perumnas memenangkan penghargaan untuk kategori The Most Promising Company in Strategic Marketing. Yang lebih menarik, Perum Perumnas siap menghadapi MEA 2015 yang sudah di depan mata. Selama ini, tak sedikit konsultan, ekonom, dan pemerintah menilai bahwa bisnis properti tidak dapat memberikan devisa negara lantaran tidak bisa diekspor. Perum Perumnas mematahkan hal tersebut dengan aksi setelah pemerintah mengetuk palu terhadap peraturan yang membolehkan warga negara asing (WNA) dalam kepemilikan apartemen di Indonesia.
 
“Kita bisa lihat, ekonomi Singapura 60% dari produk domestik bruto (PDN) dan disumbang oleh industri properti. Di Malaysia, kontribusi properti pada PDB mencapai 27%. Sementara,  Indonesia hanya 2,5%. Dari sini menunjukan, sektor ini masih punya peluang untuk didorong lebih besar lagi,” lanjut Nawir.
 
Sebab itu, para pemain properti kini beramai-ramai sedang mendorong pemerintah untuk memberlakukan peraturan kepemilikan apartemen bagi WNA tersebut. Pasalnya, dengan hal itu, para pemain dapat melakukan ekspor produknya melalui sertifikat. Lebih lagi, peran industri properti akan semakin besar nantinya. Harapannya, ini juga  mampu menguatkan nilai tukar rupiah.
 
Akankah berhasil? Nawir menyebutkan, Presiden Joko Widodo telah menyetujui peraturan tersebut dan sedang menunggu para pejabat legislatif. Kita tunggu saja.

Related