Siapkah Anda Menyambut Kebangkitan Robot Barista?

marketeers article

Oleh Brian Imawan,
CEO of Jumpstart Coffee

 

“Perkembangan kecerdasan buatan (AI/Artificial Intelligence) secara menyeluruh bisa menandai akhir dari (fungsi) umat manusia,” kata mendiang Prof Stephen Hawking, salah satu ilmuwan paling terkenal di dunia. Dengan perkembangan pesat dalam dekade terakhir, AI telah berhasil melakukan banyak tugas yang dilakukan oleh manusia dan memberantas jutaan pekerjaan.

Industri kopi juga akan mengalami banyak perubahan dengan adanya perkembangan “robot barista” yang dipelopori oleh berbagai startup. Dalam artikel ini, kita tidak akan membahas dampak negatif otomatisasi terhadap pekerjaan, melainkan melihat berbagai peluang baru yang dibawa oleh teknologi ini.

Beberapa nama terkenal di bidang robot barista antara lain adalah Briggo dan Café X dari AS dan Ratio dari China. Masing-masing telah membangun teknologinya sendiri. Namun secara singkat, inovasi dimulai dari bagian mesin robotik dalam pengaturan bar kopi, yaitu dengan pilihan berbagai teknik menyeduh kopi yang telah digunakan pada umumnya.

Pengalaman pengguna dimulai dengan mengunduh aplikasi yang terintegrasi dengan mesin tersebut, ketika pelanggan dapat memesan minuman khusus mereka sendiri. Kemudian, lengan robotik akan mulai beraksi, menjanjikan hasil penyeduhan kopi yang akurat dalam hitungan menit. Teknologi itu dimungkinkan dengan adanya kombinasi robotika, visi komputerisasi, dan berbagai kecerdasan buatan lainnya yang tertanam di dalamnya.

Penerapan robot dan artificial intelligence dalam industri kopi sendiri sebenarnya bukanlah sebuah kemewahan yang dibuat-buat. Peminum kopi menuntut konsistensi dalam secangkir kopi mereka, sebuah faktor yang membuat kopi instan unggul. Sesuatu yang bahkan seorang juara barista terkadang gagal memberikannya. Anda akan takjub mengetahui betapa rumitnya menyeduh kopi, terutama dengan adanya third wave atau gelombang ketiga yang telah meningkatkan standar kopi ke level yang lebih tinggi. Third wave atau gelombang ketiga ini terjadi mulai tahun 1990-an di mana pada era gelombang ketiga ini, peminum kopi menjadi tertarik dengan kopi itu sendiri, seperti dari mana asal kopinya, bagaimana kopi ditanam, dipanen, siapa yang menjual, siapa yang me-roasting dan bagaimana kopi tersebut diseduh.

Biji kopi yang berbeda membutuhkan teknik penyeduhan yang berbeda pula. Sedikit kehilangan suhu air 1 hingga 2 derajat saja atau menambahkan 5 ml air terlalu banyak bisa membuat perbedaan yang signifikan pada hasil akhir secangkir kopi. Faktor–faktor eksternal yang berubah-ubah seperti cuaca, kondisi fisik dan emosional barista, serta banyak hal lainnya juga dapat mengubah cita rasa sajian kopi. Di sinilah, robot barista tepat guna karena mereka dapat menyesuaikan teknik pembuatan dalam berbagai keadaan dan menyeduh secangkir kopi yang andal secara presisi.

Sudah banyak contoh dampak Artificial Intelligence pada industri makanan dan minuman yang juga berlaku untuk bisnis kedai kopi. Selain prediksi penjualan dasar dan perencanaan logistik, AI dapat membantu kami menganalisis preferensi produk konsumen dan menyarankan kurasi menu baru. AI juga dapat melihat perubahan perilaku konsumen selama periode tertentu dalam setahun, misalnya peningkatan permintaan produk es selama musim panas, dan mengingatkan pemain kopi untuk menyesuaikan pilihan menunya terlebih dahulu.

Dengan membekali robot barista dengan computer vision, para engineering berusaha membuat robot itu bekerja sesuai keinginan mereka, seperti dapat secara akurat mengingat wajah pelanggan dan semua penyesuaian yang diperlukan dalam secangkir kopi favorit Anda. Dalam aplikasi tingkat yang lebih tinggi, robot barista ini juga bahkan dapat mendeteksi keadaan emosi pelanggan mereka hingga berbicara dengan cara yang lebih efektif, bahkan lebih baik daripada kebanyakan manusia normal.

Tingkat “adopsi” robot barista ini dikatakan masih sangat lambat karena adanya beberapa kendala yang ada, salah satunya adalah tingginya biaya investasi. Setiap rangkaian kiosk robot barista, dengan lengan robotik dan mesin espresso terintegrasi bernilai lebih dari US$ 100.000 (Rp 1,5 miliar) sebelum biaya pemeliharaan.

Alasan paling utama mengapa bisnis ini mempertimbangkan penggunaan otomatisasi mesin adalah untuk menyelamatkan mereka dari ongkos gaji yang tinggi dan kerumitan mengelola tenaga kerja manusia. Untuk sebagian besar negara maju di mana upah minimum bulanan sudah berkisar pada ribuan dolar AS per orang, investasi pada robot barista masih masuk akal karena dapat mencapai Payback Period kurang dari 2 tahun dari penghematan biaya saja. Namun, untuk negara berkembang seperti Indonesia yang tenaga kerjanya masih sangat murah, yaitu kurang dari US$ 300 per orang per bulan, investasi robot barista masih terlalu mahal.

Tetapi biaya produksi yang tinggi hanyalah kemunduran sementara. Dunia hanya menunggu permintaan yang lebih besar untuk diterapkan dan pabrik-pabrik di China akan dengan mudah menemukan cara untuk mengurangi biaya secara drastis untuk membuat teknologi sesuai dengan permintaan pasar. Kita telah melihat bagaimana teknologi memiliki fitur yang lebih canggih namun tetap menjadi lebih murah di smartphone, televisi, komputer dan banyak peralatan elektronik lainnya.

Kekhawatiran lainnya adalah kopi yang dibuat oleh robot barista kurang ‘hangat’ seperti yang dituangkan barista ke dalam cangkir. Dilihat dari satu sudut, memang benar bagi banyak orang bahwa kopi adalah media untuk bersosialisasi. Namun di dunia yang telah berubah di mana kehidupan sehari–hari menjadi lebih sibuk, kenyamanan dan kecepatan layanan menjadi sangat penting, terutama bagi orang-orang yang akan minum kopi di perjalanan saat bepergian.

Brand ternama dunia seperti Starbucks telah menyadari perubahan perilaku ini dan lebih banyak mengedepankan konsep grab-and-go. Bukan dalam konsep robot barista, tetapi dengan mendirikan lebih banyak gerai drive-through take away only. Melalui mesin pintar kopi otomatis kami di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya; kami di JumpStart telah melihat perubahan perilaku ini mulai terjadi di Indonesia juga.

Di JumpStart Coffee kami juga sudah menerapkan Artificial Intelligence sejak tahun lalu. Kami telah mengalami bagaimana AI membuat hidup kami jauh lebih mudah. AI membantu kami memprediksi fluktuasi penjualan setiap mesin kopi selama era pandemi dan secara otomatis mengatur semua operasi logistik kami sesuai dengan gangguan manual seminimum mungkin. Melalui teknologi, kami juga telah berhasil menghitung waktu ekstraksi setiap cangkir kopi untuk memastikannya tetap dalam standar kualitas. Atau jika ekstraksi tidak berjalan dengan benar, server kami akan segera menjeda operasi mesin tersebut dan memberi tahu tim kami untuk berkunjung melakukan kalibrasi ulang. Semua itu terjadi dalam hitungan detik otomatis, kecepatan yang tidak mungkin ditiru oleh manusia.

Ketika orang berbicara tentang forth-wave atau kopi gelombang ke-4, mereka berbicara lebih banyak tentang penerapan kehidupan yang keberlanjutan atau sustainability, belum tentang AI atau robot barista. Namun AI telah menjadi bagian integral dari kehidupan pada abad ke-21 ini, yang telah terbukti membuka lebih banyak pintu kesempatan di masa depan. Apakah Anda menentang konsep tersebut atau tidak, inovasi akan terus berlanjut. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak juga pada inti dari industri kopi itu sendiri. Lebih cepat dari yang kami pikirkan.

Related