Sibuk Bangun Infrastruktur, Indonesia Malah Kekurangan Insinyur

marketeers article
Janji Pemerintah Jokowi-JK dalam menggenjot pembangunan infrastruktur di Indonesia, secara langsung akan berdampak pada melonjaknya kebutuhan tenaga kerja insinyur. Kenyataannya, Indonesia masih kekurangan tenaga kerja sektor tersebut.
 
Berdasarkan catatan Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Indonesia setidaknya membutuhkan 240.000 insinyur baru dan 350.000 lulusan SMK, STM, dan politeknik untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Namun, sampai saat ini, Indonesia baru memenuhi setengah dari kebutuhan tersebut.
 
Menurut Werodyo Santosa, Business Development Manager PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, perusahaannya kini sulit mencari insinyur, karena sektor infrastruktur tak lagi menarik bagi lulusan teknik.
 
“Isu gaji kecil membuat insinyur meniti karier di luar bidangnya, seperti perbankan,” katanya saat ditemui di acara Marketeers Creativity Day di Galeri Indonesia WOW!, Gedung SMESCO, Jakarta, Minggu, (24/1/2016).
 
Werodyo mengutip data IPI yang menyebut bahwa dari 700.000 insinyur Indonesia saat ini, hampir setengahnya berkarier di luar bidang teknik. Alhasil, perusahaan konstruksi seperti Wijaya Karya, jadi saling berebut insinyur.
 
“Yang terjadi adalah bajak-membajak insinyur. Kami memberikan gaji yang lebih tinggi dan peluang karier yang lebih terbuka. Jika memang tak ada, kami rekrut tenaga kerja asing. Tak ada jalan lain,” tuturnya.
 
Hal senanda juga dirasakan Wahyu Susilo, Vice Director HRD, GA & Corporate Communications PT Metropolitan Land Tbk. Wahyu mengatakan, lulusan insinyur di institut teknik ternama Tanah Air, lebih memilih bekerja di sektor mining ketimbang properti.
 
“Pilihan kedua, malah jatuh ke institusi finansial seperti bank. Dan ketiga, mereka memilih untuk menjadi entrepreneur. Sektor properti bukan jadi prioritas,” terang Wahyu.
 
Sektor mining, seperti minyak & gas, memang memberikan gaji dan benefit yang tinggi di dalam negeri. Akan tetapi, turunnya harga komoditas dan minyak dunia dalam dua tahun terakhir, membuat banyak perusahaan migas merestrukturisasi organisasinya dengan melakukan pengurangan tenaga kerja.
 
“Banyak insinyur dari perusahaan migas yang menganggur saat ini. Dan, apabila dulu bergaining power mereka tinggi dalam hal gaji, kini mereka mau dibayar lebih rendah,” tutur Bernadette Themas, Managing Director perusahaan Human Resources, PT Kellys Services Indonesia.
 
Editor: Sigit Kurniawan 

Related