Solusi CCUS Honeywell untuk Industri Beremisi Tinggi di Indonesia

marketeers article
Sumber: 123RF

Honeywell, perusahaan multinasional asal Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengumumkan kesiapannya untuk mendukung industri-industri beremisi tinggi dengan serangkaian teknologi dan solusi terkait penangkapan karbon atau Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Dalam hal ini, Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan kerangka peraturan pemerintah untuk mendorong penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida hingga penggunaannya.

Teknologi dan solusi CCUS yang dihadirkan Honeywell, termasuk manajemen emisi dari hulu hingga hilir digunakan untuk industri-industri beremisi tinggi, seperti minyak dan gas bumi, energi, baja, semen, kilang, bahan kimia serta petrokimia. Dengan teknologi tersebut, pelaku industri dapat mendeteksi, mengukur, memantau dan memitigasi lebih dari 20 gas rumah kaca.

Saat ini, perusahaan-perusahaan mancanegara yang menggunakan teknologi CCUS Honeywell sanggup menangkap 40 juta ton CO2 per tahun atau setara dengan emisi lebih dari 8,6 juta mobil.

BACA JUGA: DFSK Super Cab, Solusi Kendaraan Niaga Fungsional untuk Bisnis

Teknologi dan solusi CCUS dari Honeywell, termasuk pelarut kimia, seperti AmineGuard™ Process, AmineGuard™ FS Process, and Benfield ACT-1. Teknologi ini menggunakan beragam pelarut, seperti monoethanolamine yang mampu menangkap CO2. 

Lalu, pelarut seperti Selexol™ Process. Teknologi ini menangkap CO2 dengan menggunakan material penyerap (adsorbent).

Ada pula proses Kriogenik, dan penggunaan membran seperti sistem Separex™ dan Fraksinasi CO2 Ortloff. Teknologi Kriogenik menangkap CO2 dengan mendinginkan dan mengeringkan gas buangan di corong industri, sedangkan teknologi membran menangkap CO2 dengan cara pelarutan dan pembauran melalui filter pemisah yang solid.

Steven Lien, Presiden Honeywell Asia Tenggara dan Chief Commercial Officer High Growth Regions menyampaikan teknologi perusahaan siap untuk menangkap emisi karbon dioksida dan proses industri. Lalu, menyimpannya di bawah tanah agar dapat digunakan untuk beragam aplikasi.

“Misalnya, untuk pengambilan minyak bumi atau menjadi bahan baku untuk produksi bahan bakar sintetis yang berkelanjutan. Penangkapan karbon sebelum atau sesudah proses pembakaran industri dapat membantu mengurangi efek gas rumah kaca dan mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon,” ujar Steven.

BACA JUGA: PGN-Pertamina NRE Kerja Sama Kembangkan Energi Rendah Karbon

Indonesia sendiri memiliki banyak sumber industri CO2, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara, pengolahan gas alam, kilang minyak dan pabrik kimia. Dengan banyaknya sumber daya penyimpanan geologis yang berpotensi menjadi lokasi penangkapan karbon di seluruh penjuru negeri, beberapa proyek terkait telah dimulai, dan sebagian besar ditargetkan untuk mulai beroperasi sebelum tahun 2030.

Dr. Luky Yusgiantoro, Staf Ahli Ketua SKK Migas menjelaskan Indonesia memiliki formasi geologi yang dapat digunakan untuk menyimpan karbon secara permanen dengan menggunakan teknologi yang tepat. Dekarbonasi industri hulu dan berat merupakan langkah penting untuk mewujudkan target Net Zero Emission Indonesia pada tahun 2060.

“Peraturan pemerintah Kementerian ESDM 2/2023 yang tahun ini diperkenalkan bertujuan untuk memotivasi dan memfasilitasi industri hulu di Indonesia untuk mengurangi emisi karbon. SKK Migas akan terus berperan aktif dalam penerapan CSS/CCUS di Indonesia, tepatnya di wilayah kerja hulu migas,” tutur Luky.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related