SquLine, Startup Pemangkas Diferensiasi Bahasa

marketeers article

Indonesia tengah menjadi lirikan Venture Capital (VC) berkat pertumbuhan startup yang cukup pesat beberapa waktu terakhir. Data Venture Capital Outlook 2017 dari AT Kearney dan Google menunjukkan, jumlah investasi yang masuk ke Indonesia meningkat dari US$44 juta pada 2012 menjadi US$3 miliar pada 2017. Ragam startup hadir menjual keunggulan mereka, termasuk SquLine yang memosisikan diri sebagai e-learning platform penghubung student dan guru asing.

Startup asal Indonesia SquLine berhasil masuk ke tiga besar kompetisi perebutan investasi VC, G-Startup 2017. CEO SquLine Tomy Yunus menerangkan, SquLine merupakan platform berbentuk education market place bersifat control market place yang bersifat mutualisme bagi users. “Jadi, meski market place, kami tidak lepas kontrol untuk menjamin semua berjalan dengan baik,” terang Tomy saat ditemui di GMIC BSD, Selasa (26/09/2017).

Lebih jauh Tomy mengatakan, sistem yang diusung SquLine pun bersifat simbiosis mutualisme antara institusi pendidikan, guru, dan SquLine itu sendiri. Pasalnya, guru memerlukan kredit mengajar sesuai Key Performance Indicator (KPI) yang telah diterapkan. Melalui SquLine, jam tambah guru pun dapat bertambah untuk memenuhi KPI tersebut. Sejauh ini, SquLine telah bekerjasama dengan enam institusi yang tersebar di Indonesia, Filipina, China, dan Jepang.

“SquLine menghubungkan student dengan para guru yang berasal dari berbagai institusi yang bermitra dengan kami. Ketika student selesai menempuh enam bulan program pembelajaran di SquLine, mereka berhak mendapatkan sertifikat resmi dari institusi tempat guru tersebut mengajar. Jadi, ada simbiosis mutualisme antara student, SquLine, dan guru,” jelas Tomy. Beberapa institusi yang telah bermitra dengan SquLine diantaranya Beijing Language Culture College, dan Aki no Sora.

Sistem pembelajaran yang ditawarkan SquLine pun cukup beragam. Tomy mengatakan, SquLine memiliki multimedia materials yang terdiri dari materi dalam PDF, Power Point, dan short video. Namun, video call pun menjadi cara utama proses belajar-mengajar.

“Ketika student hanya disuguhi materi dan mempelajarinya sendiri, tentu ini tidak akan efektif. Jadi. value kami adalah two way interactions antara guru dan murid sehingga dalam proses pembelajaran, guru bisa memberikan koreksi atau feedback bagi student,” jelas Tomy.

Menyasar kalangan mahasiswa, karyawan, dan professional usia 22-28 tahun, SquLine kini memiliki sekitar 2.500 students dengan persentase 93% student Indonesia, dan 7% lain asing. Mayoritas pengunjung website pun dikatakan Tomy terbesar menggunakan mobile phone (60%).

Meski demikian, SquLine masih belum dapat ditemui di aplikasi baik Android maupun IOS. Tomy menargetkan sebelum akhir 2017, SquLine akan meluncurkan aplikasi versi Android dan disusul IOS pada tahap berikutnya.

Fokus bertumbuh stabil minimum 20% per bulan, SquLine menggandeng sebanyak mungkin perusahaan untuk bermitra bersama mereka.

“Ini strategi yang kami gunakan untuk memenangkan hati VC. Dengan memperbanyak jumlah kerjasama dengan tech company, ini akan create noise dengan sendirinya. Sehingga VC bisa melihat bahwa kami memperoleh banyak kepercayaan dari berbagai company karena fokus bisnis kami tidak hanya Business to Customer (B2C) melainkan juga Business to Business (B2B),” kata Tomy yang berhasil membawa SquLine tumbuh 10 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Akankah SquLine berhasil menambah pundi-pundi keuangan dari VC?

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related