Startup Teknologi Asal Surabaya Ini Unjuk Gigi

marketeers article

Semangat pengembang di Indonesia dalam mendirikan startup teknologi bukan hanya datang dari Jakarta. Pengembang-pengembang yang ada di Surabaya pun mulai menunjukkan taringnya melalui kompetisi Startup Sprint. Setelah melalui tahap penjurian Desember lalu, Startup Sprint telah mengumumkan tiga besar tim startup terbaik, yaitu Riliv, Masaku, dan Reblood.

Tiga startup ini berangkat dari tiga latar belakang permasalahan berbeda. Pertama, Riliv adalah media sosial yang dirancang khusus untuk orang-orang yang sedang menghadapi masalah psikologis. Mereka bisa menceritakan masalah secara langsung dengan para mahasiswa psikologi maupun psikolog profesional yang disebut Reliever.

Kedua, Masaku adalah aplikasi food delivery yang menghubungkan ibu rumah tangga/UKM yang menjual makanan dengan calon pembeli. Terakhir adalah Reblood, sebuah aplikasi yang bertujuan untuk menciptakan kondisi di mana stok darah PMI agar selalu tersedia dengan cara menghubungkan PMI dan pendonor darah.

Selain berhak mendapatkan hadiah uang tunai, satu di antara tiga tim pun berkesempatan mengunjungi Silicon Valley, Amerika Serikat. Mereka berkesempatan belajar langsung dan bertukar pengalaman dengan para pelaku industri teknologi kelas dunia. Silicon Valley merupakan rumah bagi ratusan startup dan perusahaan teknologi global, termasuk Google, Apple, dan Facebook yang berlokasi di Bay Area, San Francisco, Amerika Serikat.

Yansen Kamto, Chief Executive KIBAR, selaku salah satu inisiator Start Surabaya mengatakan Startup Sprint diselenggarakan sebagai tahap lanjutan untuk mendorong berkembangnya ekosistem startup teknologi di Surabaya. Sebelumnya, Start Surabaya telah berhasil menjalankan coworking space, program mentoring, dan sesi networking sejak Januari 2015.

“Kami ingin mencari anak muda yang punya mimpi menjadikan startup dari Indonesia sebagai pemain global. Anak muda yang mau menghadirkan solusi bagi masalah dunia, bukan lagi sekadar masalah bangsa dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya. Semua harus dimulai dengan memiliki pola pikir global,” kata Yansen.

 

Editor: Hendra Soeprajitno

Related