Stella Christie, Artificial Intelligence, dan Riset SDM

marketeers article
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie. (FOTO: Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi)

Oleh: Christina Nawang Endah Pamularsih, Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UNSOED, Purwokerto

Prof. Stella Christie, sejak diangkat sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Indonesia, bulan Oktober 2024, segera menjadi bahan perbincangan di media sosial dan media daring karena penampilannya yang iconic. Kaca-matanya yang unik alias tidak mainstream menjadi viral dan ramai dibahas di Tiktok.

Busananya yang kerap stylish dan fashionable juga mendapatkan perhatian yang khusus. Tetapi, di balik gimmick perbincangan mengenai penampilannya, Stella Christie adalah seorang yang mengemban kepakaran dalam ilmu kognitif.

Satu topik dalam cognitive science yang kerap diperbincangkan olehnya adalah kontroversi penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Inilah pertanyaaan yang kerap menjadi tema pembahasannya: Bagaimana menyikapi dan memanfaatkan kecerdasan buatan untuk pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia?

Stella Christie menekankan bahwa AI dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) harus memiliki dua fungsi utama: meningkatkan efisiensi operasional dan mengembangkan kapasitas individu.

Ia kerap bercerita bahwa ia menggunakan Google Scholar untuk mengakses penelitian terbaru.

Praktik ini menegaskan dua prinsip tadi, meningkatkan efisiensi sebagai peneliti dan mengembangkan kapasitasnya sebagai seorang ilmuwan dan akademisi.

Mendiskusikan strategi penggunaan AI, ia mengajak stakeholders untuk melakukan evaluasi kritis terhadap kemajuan AI sebelum diterapkan ke dalam aktivitas pendidikan.

BACA JUGA: Riset: Gen Z dan Milenial Lebih Disiplin Menabung untuk Konser Dibanding Gen X

Ia mengingatkan bahwa mengandalkan AI sepenuhnya dapat menyebabkan orang gagal dalam membedakan antara pengetahuan yang akurat dan informasi yang nampaknya masuk akal tetapi sebenarnya keliru.

Secara garis besar, pandangan Stella Christie tentang pemanfaatan AI di pendidikan tinggi Indonesia berfokus pada empat hal. Pertama, meningkatkan efisiensi, yaitu kegunaan AI untuk menyederhanakan dan mempersingkat proses pendidikan dan tugas administratif.

Kedua, mendukung pengembangan diri dengan memanfaatkan alat berbasis AI untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan baru bagi mahasiswa dan pendidik.

Ketiga, meski banyak manfaatnya, evaluasi kritis terhadap efektivitas AI harus selalu dilakukan dengan secara mendalam sebelum dan sesudah penerapannya. Keempat, perlu dirumuskan adanya panduan kebijakan untuk memberikan arahan kepada institusi pendidikan tentang integrasi AI dan TIK yang efektif dalam pendidikan.

Memperhatikan empat faktor ini dapat digunakan untuk memahami bagaimana memanfaatkan potensi AI dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi riset di Indonesia.

Dengan menggunakan prinsip-prinsip yang diberikan Stella Christie dalam penggunaan AI, inilah imajinasi mengenai bagaimana penggunaan AI yang diterapkan secara spesifik untuk melakukan riset di bidang manajemen sumber daya manusia di Indonesia.

BACA JUGA: HOKA Buka Toko Pertama di Indonesia, Usung Konsep Artificial Landscape

Pertama, untuk meningkatkan efisiensi riset dan pengambilan keputusan, AI bisa dimanfaatkan untuk menganalisis data karyawan.

AI membantu kerja manusia dalam organisasi untuk menganalisis data besar terkait karyawan, seperti tingkat produktivitas, tingkat kepuasan kerja, dan tingkat retensi loyalitas pelanggan. AI juga dapat membantu memetakan pola, tren, dan anomali yang relevan untuk pengambilan keputusan strategis.

Kita bisa membayangkan, misalnya, platform e-commerce besar di Indonesia, seperti Tokopedia atau Shopee, pasti membutuhkan pengetahuan yang akurat mengenai preferensi konsumen.

AI dalam hal ini dapat memberikan data pembelian, produk yang dicari konsumen, dan ulasan pelanggan, yang semuanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola preferensi konsumen.

AI, antara lain, juga menyediakan sistem Automating Repetitive Tasks. Manfaatkan platform ini untuk menangani tugas-tugas penelitian yang bersifat repetitif dalam kerja administratif dalam riset SDM, seperti pengumpulan data survei, transkripsi wawancara, atau penyusunan laporan. Ini akan menjadi bantuan besar untuk mengurangi beban pekerjaan dan meningkatkan efisiensi.

Kedua, AI bisa mendorong pengembangan kapasitas peneliti dan praktisi. Alat berbasis AI seperti platform e-learning dapat digunakan untuk membantu peneliti SDM guna mendapatkan wawasan mengenai tren global, model prediksi, atau metodologi riset baru.

Kita perhatikan bahwa peneliti SDM sering memerlukan akses ke studi kasus dan praktik terbaik dari berbagai belahan dunia. Chatbot AI, misalnya, dapat menjawab pertanyaan peneliti tentang tren global, seperti pendekatan baru untuk kesejahteraan karyawan atau pengelolaan keberagaman budaya di tempat kerja.

BACA JUGA: Kolaborasi NCSA, AGLC, dan Trisakti Ciptakan SDM Kuliner Unggul

Dengan memanfaatkan instrumen ini peneliti di Indonesia mendapatkan wawasan praktis mengenai apa yang berlangsung di konteks global untuk diadaptasi pada konteks lokal.

Kecerdasan buatan dapat digunakan untuk mengembangkan program pelatihan berbasis simulasi yang dapat membantu praktisi SDM, meningkatkan keahlian mereka dalam pengelolaan konflik, evaluasi kinerja, dan perencanaan strategis.

Program berbasis AI, misalnya, dapat menciptakan skenario evaluasi kinerja menggunakan data kasus nyata, seperti laporan produktivitas, penilaian 360 derajat, atau umpan balik karyawan.

Simulasi ini dapat melatih praktisi SDM untuk memberikan penilaian yang obyektif, menghindari bias, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.

Ketiga, bagaimana pun pengguna AI harus selalu melakukan evaluasi kritis sebelum dan sesudah memakainya. Langkah yang bisa dibuat, antara lain, adalah validasi model AI.

Dalam riset SDM, bentuk evaluasi bisa dilakukan dengan uji coba untuk memastikan akurasi dan relevansi model dengan konteks Indonesia. Misalnya, data demografi, budaya kerja, dan nilai-nilai lokal harus menjadi pertimbangan utama.

Selalu harus diperhatikan pertimbangan etis penggunaan AI. Dalam riset SDM pertimbangan etika meliputi privasi data karyawan dan pencegahan bias algoritma yang dapat berdampak pada keputusan SDM.

Seperti kita ketahui, AI bisa digunakan untuk mengantisipasi turnover karyawan, dengan menganalisis data karyawan (riwayat absen, pola kerja, dan feedback).

Hasil analisis bisa digunakan untuk memprediksi kemungkinan mereka resign. Tetapi, karyawan harus diberitahu bahwa data mereka digunakan untuk analisis ini, dan data sensitif harus dianonimkan.

BACA JUGA: Perluas Opsi Green Mobility, Chery Kenalkan Teknologi CSH

Perusahaan juga perlu memperhatikan potensi diskriminasi, yang terungkap dalam menargetkan secara negatif individu dengan, misalnya, menunda promosi hanya karena mengandalkan prediksi algoritma. Keputusan besar semacam ini hendaknya dilakukan secara adil dan berdasarkan dialog langsung dengan karyawan.

Keempat, perlunya panduan kebijakan untuk integrasi pemanfaatan AI. Standarisasi pengumpulan data, yaitu perlunya kebijakan tentang bagaimana data karyawan dikumpulkan, dianalisis, dan digunakan secara bertanggung jawab, adalah praktik yang bisa dilakukan. Demikian pula kolaborasi multistakeholder perlu didorong.

Ini bisa dilakukan dengan cara membuat koordinasi dan kerjasama antara institusi pendidikan, perusahaan teknologi, dan pemerintah untuk merumuskan pedoman penggunaan AI untuk melakukan riset di bidang SDM.

Dengan memperhatikan empat prinsip di atas, penggunaan AI diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi riset di bidang SDM, tetapi juga menciptakan dampak positif yang berkelanjutan dan mendorong inovasi untuk manajemen SDM di Indonesia.

Kira-kira Stella Christie akan mengatakan perlunya integrasi AI sebagai alat bantu yang akan memperkaya proses pembelajaran.

Tetapi, ia memastikan bahwa periset harus tetap mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memelihara kreativitas, dan menjaga etika dalam penggunaan teknologi. AI dimanfaatkan secara optimal tanpa mengorbankan kualitas proses dan hasil pekerjaan.

Editor: Eric Iskandarsjah Z

Related

award
SPSAwArDS