Strategi dan Tantangan INKA Menembus Pasar Luar Negeri

marketeers article
City, Kuala Lumpur/Malaysia May 24 2014: KTM Train arrive KL station.

PT Industri Kereta Api Persero (INKA) adalah salah satu perusahaan Badan Umum Milik Negara (BUMN) yang berhasil menembuh pasar luar negeri. INKA sudah sukses di beberapa negara di dunia. Namun demikian, banyak tantangan yang dihadapi oleh INKA untuk menembus dan bertahan di pasar global.

Berdiri sejak tahun 1981, PT INKA debut di pasar global pada tahun 1996, dan sampai sekarang masih eksis di beberapa negara. Saat ini, pasar INKA sudah ada di 6 negara, dan diharapkan akan terus bertambah nantinya.

“Kondisi pasar INKA saat ini ada di Bangadesh, Thailand, Malaysia, Singapur, Filipina, dan Australia. Kami juga baru saja mendapatkan kontrak dari Selandia Baru,” kata Agung Sedayu, Direktur Pengembangan Usaha PT INKA dalam acara Semarak Nusantara, Nusantara Go Global yang diadakan oleh MarketeersTV.

Agung memaparkan bahwa saat ini posisi INKA sebagai manufaktur di pasar global memiliki dua kondisi. Pertama, di negara yang memiliki uang, tetapi tidak ada sumber dayanya. Kedua, di negara yang sumber dayanya kuat, tetapi finansialnya tidak. Ini merupakan kondisi pemasaran yang dihadapi INKA. Oleh karena itu, strategi INKA adalah menggandeng perusahaan luar negeri.

“Solusi paling sensitif mau tidak mau adalah kami menggandeng perusahaan luar negeri. Pilihan kami jatuh kepada perusahaan Swiss yang sudah worldwide, kualitas mereka sudah top. Untuk masuk ke pasar quality sensitive, INKA kerja sama dengan mereka,” papar Agung.

Selanjutnya, Agung memaparkan strategi lain INKA untuk masuk ke pasar quality sensitive. Strategi INKA adalah menjadi basis manufaktur mereka. Jadi, ada dua strategi, yakni bermitra dengan perusahaan yang sudah mengglobal, dan  jadi basis manufaktur di negara tersebut.

“Strategi INKA adalah menjadi basis manufaktur mereka. Sebagai contoh di Selandia Baru. Desain dan engineering dilakukan mereka. Nah, INKA yang meneterjemahkan desain tersebut untuk jadi manufaktur. Dua stratgei ini yang kami tempuh untuk masuk ke pasar quality sensitive,” tutur Agung.

Agung juga mengatakan bahwa sebagai industri manufaktur, INKA bisa menjadi kuat untuk masuk ke pasar luar negeri. Namun demikian, perlu dukungan yang besar dari Indonesia. Piramida industri INKA harus tumbuh dulu di Indonesia.

“Untuk bisa masuk ke pasar luar negeri, piramida industrinya harus tumbuh di Indonesia. Selama ini, ekosistem yang tumbuh baru otomotif, manufaktur kereta api belum. Ini adalah tugas INKA untuk mendorong ekosistem tumbuh sehingga bisa mendorong proses ekspor dan bisa bersaing dengan perusahaan luar,” jelas Agung.

Selain itu, Agung juga memaparkan berbagai tantangan industri kereta api. Menurut Agung, industri kereta api merupaka investasi yang membutuhkan biaya besar. Lifecycle-nya juga panjang. Untuk negara-negara yang sudah dimasuki INKA, dipastikan baru akan order lagi beberapa tahun kedepan.

“Sulit bagi industri kereta api. Kereta api tidak massive pertumbuhannya. Negara yang sudah dimasuki INKA itu sepertinya 10 tahun lagi baru akan order. Periode investasi biasanya 10 tahun. Hal ini dikarenakan life trend kereta api mencapai 30 tahun. Umur teknisnya saja 30 tahun,” kata Agung.

Agung juga mengatakan bahwa saat ini INKA sedang berusaha untuk membidik negara-negara yang sedang berkembang di Afrika. Menurut Agung, negara-negara ini yang menjadi sasaran para pemain global. Sebab negara yang sedang berkembang membutuhkan infrastruktur.

Goals kami saat ini memang di negara-negara yang sedang berkembang seperti Afrika. Sebabnya, mereka butuh infrastruktur. Tanpa infrastruktur, ekonomi mereka tidak akan tumbuh. Apalagi, negara-negara seperti itu butuh infrastruktur yang murah namun tetap berkualitas,” jelas Agung.

Untuk masuk ke sana, Agung menjelaskan bahwa INKA harus melwan pasar China. Agung mengatakan bahwa China kuat di pendanaan dan manufaktunya. INKA sendiri kuat di manufaktur, namun pendanaannya belum mencukupi.

“Saat ini, INKA harus mencari partner, cari dukugan. INKA pilih Amerika karena industri KAI di Amerika semasif Eropa, sehingga mereka siap memberi dukungan,” kata Agung.

Mengenai posisi INKA di pasar global, Agung mengatakan bahwa INKA tidak memasuki pasar global lewat promosi.  Untuk itu, INKA  berusaha untuk masuk ke industri yang terkenal. Dengan adanya kerja sama bilateral dengan beberapa negara, INKA dapat membisiki pemerintahan mereka bahwa Indonesia memiliki industri KAI yang sudah melakukan ekspor ke mana-mana.

“INKA berusaha masuk ke industri yang terkenal. Hal ini kami lakukan agar saat ada suatu negara yang ingin berkonsultasi kepada negara yang sudah dimasuki INKA, ada nama INKA disana. Itu cara kami promosi,” kata Agung.

Selain itu, Agung turut mengatakan bahwa saat ini INKA memiliki sumber daya engineer dan desain terampil yang banyak. Maka dari itu, kesempatan ini INKA ambil dengan mencoba menjual engineer mereka ke luar negeri. Tentunya, ada hubungan timbal balik dari penjualan SDM ini.

“Kami kirim SDM yang terampil untuk kerja di negara maju. Kami tidak kejar keuntungan berupa uang.  Kami harapkan  dengan para SDM tersebut bekerja disana adalah menularkan semangat kerja yang ada di negara maju dan mendapatkan ilmunya sehingga bisa kami terapkan disini,” sahut Agung.

Untuk menciptakan SDM yang unggul dan terampil, Agung mengatakan bahwa INKA memiliki banyak kerja sama dengan 24 SMK di Indonesia untuk di bina agar mereka paham mengenai kereta api. INKA juga bekerja dengan Poli Teknik di Madiun untuk mendirikan jurusan perkerta apian.

Terakhir, Agung mengatakan bahwa saat ini target INKA adalah menumbuhkan industri manufaktur di Indonesia. Misi INKA adalah membuat ekosistem kereta api tumbuh. Butuh peran pemerintah untuk hal ini, termasuk untuk ekspansi ke luar negeri.

“Saya yakin industri manufaktur buatan Indonesia bagus dan bisa bersaing. Jangan sedikit-sedikit ngomong produk dalam negeri tidak bagus. Kita harus bisa memanfaatkan produk dalam negeri dan maju bersama, yakin apa yang kita lakukan pasti berguna,” tutup Agung.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related