Strategi Pupuk Indonesia Melihat Tantangan dan Peluang

marketeers article

Dalam beberapa tahun terakhir, industri pupuk global mengalami perubahan. Kartina Wahyu Wiyati selaku Senior Vice President Strategic Marketing PT Pupuk Indonesia mengatakan, saat ini produsen pupuk global tengah berfokus untuk memproduksi pupuk yang memiliki nilai tambah dan berkomoditas tinggi.

“Sedangkan tantangannya adalah isu lingkungan dan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Sehingga permintaan terhadap produk pupuk organik dan biofactory mulai meningkat,” kata Kartina dalam acara Government Roundtable, Senin (19/10/2020).

Di satu sisi, pelaku agrikultur global juga lebih mementingkan produk pupuk yang efisien seperti produk yang memiliki control release dan kaya akan nutrisi mikro serta larut dalam air. Meski demikian, mereka juga tidak keberatan untuk membayar lebih untuk produk-produk yang dikustomisasi atau dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan mereka.

Kartina mengatakan, keadaan tersebut memunculkan kegiatan inovasi di industri pupuk, di mana digitalisasi mulai digunakan terutama untuk precision farming untuk meningkatakn produtivitas melalui analisis tanah dan kebutuhan pupuk yang lebih presisi.

Adaptasi PT Pupuk Indonesia

Tantangan-tantangan yang terjadi di industri pupuk global tersebut berdampak pada industri pupuk nasional. Hal ini berdampak pada transformasi di PT Pupuk Indonesia sebagai perusahaan BUMN penyedia pupuk nasional. Pupuk Indonesia mengubah orientasi bisnisnya dari product centric menjadi customer centric.

“Pupuk Indonesia bertransformasi untuk bisa lebih agile dan mendekatkan diri dengan yang dibutuhkan oleh pasar. Tapi pada poin tertentu, transformasi juga harus memberikan value creation atau nilai tambah bagi keseluruhan stakeholders,” tutur Kartina.

Terdapat tiga fokus utama dalam model customer centric yang diterapkan oleh Pupuk Indonesia. Pertama, memperkuat kemitraan dengan distributor maupun ritel dengan berbagai inovasi.

Kedua, memberikan solusi kepada petani dan mendekatkan diri dengan kebutuhan para petani sehingga dapat menghasilkan produk yang dikustomisasi yang dibutuhkan dan sesuai untuk kebutuhan lahan.

Ketiga, key account management yang bersifat business-to-business (B2B) sehingga dapat menetapkan harga yang terkoordinasi dan menguntungkan bagi penjual dan pembeli.

“Dari kita memahami pelanggan kami, baik dilakukan melalui riset pasar dan penelian pasar, dapat menciptakan inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Nantinya, dari inovasi produk tersebut dapat membangun brand image yang lebih baik lagi,” jelas Kartina.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related