Strategi Go-Jek Mengubah Wajah Transportasi Perkotaan

marketeers article

Di Jakarta siapa yang tidak kenal penyedia layanan transportasi digital dan layanan on demand, Go-Jek, rasanya hampir seluruh masyarakat Jakarta dan sekitarnya kenal betul dengan startup garapan Nadiem Makarim tersebut. Awal 2015 Go-Jek meluncurkan aplikasi digitalnya untuk perangkat smartphone, setelah itu semuanya adalah sejarah.

Kehadiran Go-Jek sangat dirasakan oleh konsumennya. Mudah, cepat, dan murah. Namun, di satu sisi kehadiran Go-Jek juga menjadi objek tarik ulur antara konsumen dan pemerintah, bahkan seorang Presiden harus ikut buka suara terkait dengan model transportasi Go-Jek.

Saat ini Go-Jek tidak sekadar sebagai penyedia transportasi, Go-Jek berevolusi menjadi one stop solution for daily life. Untuk memesan kendaraan, membeli kebutuhan groceries, memesan martabak, memanggil tukang pijat, membeli tiket, menebus obat, hingga pindahan semuanya ada dalam satu aplikasi. Go-Jek telah menelurkan 14 produk turunan yang semuanya berperan sebagai last mile orders. Go-Jek juga saat ini tidak hanya menggilas aspal Jakarta. Layanannya sudah bisa dirasakan di 14 kota lainnya di Indonesia.

Dengan sokongan lebih dari 250 ribu mitra pengemudinya, Go-Jek telah berhasil merubah wajah moda transportasi perkotaan di Indonesia. Walaupun konsep yang dibawa oleh Go-Jek bukan hal yang baru di dunia internasional, namun di Indonesia Go-Jek adalah jawaban dari solusi transportasi yang selama ini belum banyak terpecahkan.

Tidak heran bila layanan Go-Jek amat disukai oleh konsumennya. Tidak sedikit pula konsumen yang mengadvokasi layanan yang diberikan Go-Jek. Ketika ingin bepergian atau memesan makanan, pasti ada saja rekan kita yang nyeletuk ‘Go-Jek-in aja’. Tentu sebagian Anda masih ingat kasus demo taksi konvensional dan transportasi online pada Maret tahun lalu. Saat itu pendukung layanan Go-Jek dengan keras membela Go-Jek dan mengancam memboikot layanan taksi konvensional. Memang luar biasa dampak advokasi dari yang telah dilakukan leh Go-Jek.

“Go-Jek bisa banyak diadvokasi oleh masyarakat sampai saat ini karena user experience-nya,” ujar Piotr Jakubowski, Chief Marketing Officer Go-Jek.

Konsumen mencoba, merasakan, dan mempromosikan layanan Go-Jek. Bagi Piotr semenjak Go-Jek rilis resmi di 2015 kehadiran word of mouth menjadi salah satu corong dari keberhasilan Go-Jek hingga menjadi sefenomenal saat ini.

Related