Gen Z muncul sebagai kekuatan baru yang mengubah wajah kewirausahaan di tengah laju perkembangan teknologi yang begitu pesat. Bagi mereka, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bukan sekadar alat bantu, melainkan mitra kerja yang mempercepat kreativitas dan efisiensi.
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sempat menyikapi AI dengan hati-hati, Gen Z justru melihat teknologi ini sebagai peluang. AI dinilai mampu meningkatkan efisiensi, mempercepat proses kerja, dan membuka akses yang lebih luas bagi siapa saja yang ingin merintis usaha.
Fenomena ini lantas melahirkan tipe pengusaha baru yang disebut oleh The Daily Star sebagai solopreneur berbasis AI. Artinya, individu menjalankan bisnisnya sendiri dengan dukungan teknologi canggih, tanpa memerlukan tim besar.
BACA JUGA: Ubah Bisnis Kecil Jadi Sumber Kekayaan dengan Strategi Ini
Hal tersebut senada dengan laporan Deloitte tahun 2024 yang menunjukkan 67% Gen Z percaya bahwa AI bakal memengaruhi masa depan karier mereka. Bahkan, lebih dari 50% di antaranya telah memanfaatkan teknologi AI dalam menjalankan usaha mereka.
Kini, berbagai platform seperti OpenAI, MidJourney, dan Notion AI membantu pelaku usaha muda mengelola banyak aspek bisnis, mulai dari produksi konten, layanan pelanggan, hingga strategi pemasaran, tanpa perlu tim besar.
Dengan AI pun, hambatan seperti kurangnya modal, tenaga kerja, atau lokasi fisik tak lagi menjadi penghalang utama. Gen Z memanfaatkan alat-alat digital untuk bersaing langsung dengan perusahaan besar, meskipun dengan sumber daya yang jauh lebih terbatas.
BACA JUGA: Pentingnya Pembukuan Digital bagi Kesuksesan Bisnis Rintisan
Masa Depan Bisnis Digital
Seiring berkembangnya teknologi, integrasi AI dalam dunia bisnis juga akan terus meluas. Penelitian dari MIT Sloan menyebutkan bahwa kerja sama antara manusia dan AI mampu meningkatkan efisiensi dan inovasi.
Di sisi lain, ekonomi digital juga akan semakin bertumbuh melalui produk-produk virtual, konten berbasis AI, dan model bisnis yang tidak lagi membutuhkan infrastruktur fisik. Bahkan, riset dari Stanford memperkirakan bahwa ekonomi virtual yang digerakkan AI dapat menyumbang hingga 15-20% terhadap produk domestik bruto (PDB) global pada tahun 2035.
Hal ini pun membuka kesempatan bagi Gen Z untuk menciptakan bisnis digital lintas batas, yang sepenuhnya dijalankan secara daring. Namun, meski membuka banyak peluang, penggunaan AI tetap memunculkan sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi.
Terutama, yang berkaitan dengan privasi data dan bias algoritma yang berpotensi memunculkan ketidakadilan jika sistem AI tidak dilatih dengan data yang beragam.
Untuk itu, pemerintah, pendidik, dan pelaku industri perlu bekerja sama untuk menciptakan kebijakan yang mendorong penggunaan AI secara etis dan inklusif.
Editor: Tri Kurnia Yunianto