Studi SAP Ungkap Dua Cara Perusahaan Bertahan Hidup Pascapandemi

marketeers article
Post covid-19 era helping hand for business and economy concept. Government economic stimulus after covid-19. Secretary of the treasury (politician) stimulate economy for GDP growth in year 2021.

Tahun 2021 oleh banyak pengamat ekonomi dianggap sebagai tahun pemulihan dari keterpurukan akibat pandemi. Masifnya distribusi vaksin COVID-19 memunculkan optimisme banyak kalangan akan pemulihan. Perusahaan teknologi SAP belum lama ini mengumumkan temuan studi baru dari perusahaan di Asia Tenggara khususnya terkait kondisi bisnis dan prioritas strategis, serta tantangan dan peluang untuk pertumbuhan pasca-pandemi.

Studi regional yang dilakukan oleh Oxford Economics terhadap 600 eksekutif senior (Termasuk 400 UKM) di Asia Tenggara dengan judul “Digital, Resilient, and Experience Driven: How Large Enterprises and SMEs in South East Asia Can Prepare for The New Economy” mengungkapkan bahwa perusahaan di Asia Tenggara yang mendapatkan momentum stabil memprioritaskan pertumbuhan dan pengalaman pelanggan. Namun, mereka menghadapi tantangan yang signifikan di bidang daya tarik dan retensi bakat, adopsi cloud, dan mendapatkan informasi dari data.

Saat perekonomian mulai mengidentifikasi laju pertumbuhan, perusahaan harus terus beradaptasi dengan ketahanan, mengubah cara kerja operasional mereka untuk dapat memenuhi harapan konsumen dalam ekonomi digital baru.

Perusahaan di Asia Tenggara mengidentifikasi pengalaman pelanggan sebagai strategi untuk survive (keberlangsungan hidup) dan growth (pertumbuhan), lebih dari sepertiga (35%) mengatakan bahwa service excellence (keunggulan layanan) saat ini menjadi sumber utama value dan diferensiasi mereka.

Pengalaman pelanggan yang positif juga dipertimbangkan untuk menjadi strategis utama untuk bisnis di kawasan Asia Tenggara, dengan faktor utama, yaitu personalisasi untuk pelanggan (59%), menyediakan produk atau layanan berkualitas tinggi (55%), memastikan perlindungan data dan privasi (53%), serta menawarkan harga yang kompetitif (51%).

Di Indonesia, perusahaan besar melihat bahwa meningkatkan pengalaman pelanggan sebagai prioritas utama dalam tiga tahun ke depan (61% dari total perusahaan Indonesia yang disurvei), diikuti meminimalisir risiko kepatuhan dan bisnis (42% dari total perusahaan Indonesia yang disurvei) dan menarik pelanggan baru (33% dari total perusahaan Indonesia yang disurvei).

Sementara bagi UKM Indonesia, tiga prioritas utama mereka adalah meningkatkan pengalaman pelanggan (43% dari total perusahaan Indonesia yang disurvei), pertumbuhan (40% dari total perusahaan Indonesia yang disurvei) dan meningkatkan keuntungan dan mengurangi biaya (27% dari total perusahaan Indonesia yang disurvei).

Fakta bahwa perusahaan Indonesia, baik UKM maupun perusahaan besar, saat ini mulai melakukan digitalisasi dan mengadopsi teknologi agar bisa tetap kompetitif di era pascapandemi sangat menggembirakan. “Seperti yang terungkap dalam studi tersebut, menurut saya, meningkatkan pengalaman pelanggan saat ini menjadi prioritas utama pimpinan bisnis di berbagai sektor,” kata Andreas Diantoro, Managing Director SAP Indonesia. 

 Ia percaya bahwa akses yang setara terhadap teknologi dan fleksibilitas adalah dua hal yang sama-sama penting bagi UKM agar mereka berhasil dalam perjalanan digital mereka. Rise with SAP bisa mewujudkan keduanya. “Karena lewat Rise with SAP, sebuah layanan transformasi bisnis, bersama dengan ekosistem kami, kami menyediakan semua hal yang diperlukan perusahaan untuk melakukan transformasi bisnis secara menyeluruh dan lebih cepat dalam memberikan nilai tambah,” kata Diantoro.

Verena Siow, President & Managing Director, SAP South East Asia mengatakan, setelah mengalami gangguan selama masa pandemi, bisnis di seluruh Asia Tenggara saat ini berada pada titik transformatif penting untuk mencapai pertumbuhan kompetitif jangka panjang.

“Pada sektor industri apapun, bisnis harus menjalankan transformasi bisnis yang sebenarnya untuk menjadi perusahaan yang cerdas sambil tetap mengingat bahwa pelanggan adalah jalur untuk survivaldan sustainable growth,” tambah Siow.

Dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar, UKM di kawasan Asia Tenggara merasa semakin sulit untuk mengimbangi ketidakpastian dan tantangan eksternal dalam lingkungan bisnis saat ini.

UKM yang disurvei mengaku kesulitan beradaptasi dengan pasar yang berubah cepat (40% vs 29% perusahaan besar), kesulitan mengikuti perubahan keinginan dan kebutuhan pelanggan (38 % vs 43%), dan kesulitan mempertahankan pelanggan atau menjalankan bisnis berulang (34 % vs 30%). Ketiganya menjadi tantangan terberat untuk memenuhi prioritas strategis mereka.

Related