Dari Tiongkok, SunLot Siap Banjiri Pasar Kloset Indonesia

marketeers article

Booming properti di Indonesia ternyata tak hanya dirasakan manfaatnya oleh para pengembang. Industri sanitary wares pun kebanjiran berkah. Tak ayal, pemain dari Tiongkok SunLot melihat peluang tersebut sejak lima tahun lalu.

Sunlot Shares Co., Ltd. adalah perusahaan Tiongkok yang bergerak di bidang sanitary wares atau perlengkapan mandi, seperti keran, bathtubs, wastafel, shower, dan kloset. Perusahaan ini didirikan oleh Mr. Hong pada tahun 1978 di kota Nan’an, Provinsi Fujian di Tengara-Selatan Tiongkok.

Awalnya, perusahaan ini hanya memproduksi keran dan melakukan direct selling dari rumah ke rumah. Mengingat, pada masa itu, warga Tiongkok kesulitan memperoleh akses air bersih.

Tiga puluh tahun berselang, SunLot menjelma sebagai salah satu perusahaan sanitari terbesar di Tiongkok yang telah memiliki delapan pabrik yang tersebar di seluruh penjuru daratan Negeri Tirai Bambu itu. Pabrik pertama berlokasi di Nan’an, namun masih dalam kapasitas yang kecil.

Pabrik tersebut masih bertahan hingga kini dan dijadikan perusahaan sebagai napak tilas kesuksesannya sampai sekarang. SunLot membangun industrial park yang berlokasi di Yingdu Town seluas 1.200 hektare. Di sana, terdapat pabrik sanitari seluas 3.000 m2.

Ini merupakan pabrik terbesar SunLot yang juga sebagai basis produksi untuk ekspor ke kawasan Asia Tenggara, Australia, dan Eropa. “Pada tahun 2015, kapasitas produksi di pabrik ini sebanyak 25 juta unit keran per tahun. Pabrik ini juga menjadi pemasok barang ke Indonesia,” kata Tho Nie, Marketing Manager PT SunLot Indonesia.

Tho Nie menceritakan, pasar produk sanitasi di Tiongkok begitu besar. Pada tahun 2014, nilai pasarnya mencapai US$ 17,9 miliar. Pemain sanitary wares cukup banyak, bisa capai 10.000 pemain di Tiongkok. Dari angka itu, pemain besarnya hanya 30%. Di Fujian, pemain besarnya hanya ada empat, termasuk SunLot,” tutur Tho Nie.

Meski kompetisi begitu sengit, SunLot berhasil masuk dalam 500 Most Value Brands di Tiongkok. Perusahaan ini pun telah memiliki 5.000 distributor di penjuru Tiongkok. Kini perusahaan dengan volume penjualan tahunan mencapai lebih dari US$ 100 juta ini, tengah mengantre untuk go public di bursa saham Tiongkok.

Ubah Paradigma
Tho Nie mengatakan, SunLot mulai mengincar pasar Indonesia sejak tahun 2011. Namun, realisasi ekspansinya di Tanah Air baru berjalan setahun kemudian atau tahun 2012. Alasan SunLot ekspansi ke Indonesia cukup sederhana. Ia melihat potensi pasar dalam negeri dengan penduduk yang besar dan jumlah pulau yang banyak.

“Kota-kota di Indonesia menunjukkan perbaikan dari segi infrastruktur dan properti. Sehingga, ada potensi pasar yang besar untuk permintaan produk sanitary wares,” papar Tho Nie.

Alasan kedua, sambung Tho Nie, pihaknya melihat kesuksesan produk sanitary wares yang diproduksi di Tiongkok, namun dijual dengan merek lokal di Indonesia. “Itu artinya ada kesempatan bagi kami memperkenalkan merek Tiongkok ke pasar Indonesia,” tegas Tho Nie.

Sesampainya di Tanah Air, yang dilakukan SunLot pertama kali adalah mengikuti pameran guna menjaring banyak distributor. Sampai saat ini, SunLot memiliki 12 distributor di seluruh penjuru negeri, dari Serang, Jakarta, Bali, Balikpapan, Pekanbaru, Semarang, Lombok, Samarinda, Pontianak, Solo, dan Batam.

“Di Indonesia, kami fokus dengan dua bisnis. Pertama, menjaring distributor sebagai penjual di pasar ritel. Dan kedua, menyasar proyek-proyek properti, seperti apartemen, perumahan, rumah sakit, dan hotel,” katanya.

Sebagai pemain baru yang membawa bendera Tiongkok, tentu tak mudah bagi SunLot untuk melakukan penjualan yang bombastis. Tantangan yang terberat yang dihadapinya saat ini adalah perihal mindset bahwa barang yang dibuat di Tiongkok dianggap jelek dan berkualitas rendah.

“Ini yang menjadi tantangan kami. Mengubah mindset orang. Namun, kami menyadari akan persepsi itu. Tapi, kami yakinkan bahwa produk kami berkualitas dan harga yang kompetitif,” ujarnya.

Maka itu, meningkatkan visibilitas merek menjadi hal penting, agar awareness terhadap brand muncul positif di benak calon pelanggan.

“Saat pameran, kami tidak memaksa orang untuk membeli produk kami. Namun, setidaknya mereka tahu bahwa ada merek SunLot dengan varian produk yang lengkap. Sewaktu-waktu ia butuh, ia akan mengunjungi kami,” katanya.

Tho Nie menerangkan, yang menjadi perbedaan mendasar antara merek SunLot dengan merek sanitary wares lainnya, seperti Toto dan Kohler adalah SunLot hanya memproduksi satu segmen kualitas yang sama. Artinya, tidak ada produk kelas bawah, menengah, hingga mewah. Semua dipukul sama rata dengan kualitas yang sama.

“Kami hanya ada satu merek, tidak ada merek kedua yang kualitasnya lebih rendah. Sedangkan peamin lain bermain kategori itu,” paparnya.

Dengan kualitas yang sama rata, semakin mudah bagi SunLot untuk memainkan strategi harga di pasar. Tho Nie bilang, untuk produk yang sama, seperti kloset, harga SunLot bisa 40% lebih rendah dibandingkan merek Kohler, dan 30% lebih rendah ketimbang merek Toto.

“Harga kami bisa terjangkau, pertama karena SunLot murni produksi sendiri. Kedua, SunLot Indonesia bukan distributor. Jadi tidak ada tangan ketiga. Dari produksi, ekspor-impor, hingga sampai ke gudang kami di Jakarta, hanya satu jalur yaitu PT SunLot Indonesia,” pungkasnya.

Di Indonesia sendiri, Toto memang masih menjadi market leader dengan menguasai 60% dari total pasar sanitari. Kendati demikian, Tho Nie mengaku bahwa pihaknya sering mendapatkan pesanan dari klien Toto. Biasanya, time delivery menjadi penyebab.

“Pengiriman kami selalu tepat waktu, dan tidak pernah lewat dari apa yang dijanjikan. Sebab, kami menggunakan prinsip Tiongkok, kerja cepat,” imbuhnya.

Walau tergolong pemain baru, nama SunLot dalam setahun terakhir sudah dikenal oleh banyak kontraktor, desainer interior hingga pengembang properti, termasuk dari BUMN, seperti Waskita, Wijaya Karya, Adhi Karya, dan PP Properti. Mereka selalu mengundang SunLot untuk melakukan tender.

Beberapa proyek properti yang sudah ditangani SunLot antara lain Perumahan Serpong Garden sebanyak 2.500 unit. Bali Residence Semarang, RS Pusat Pertamina VIP Room, Rest Area KM 97 Jakarta-Bandung, dan hotel bintang lima Umalas Bali.

“Kami juga tengah mengerjakan proyek untuk hotel di Solo sebanyak 680 unit, perkantoran Spring Hill Office Kemayoran, serta proyek superblok Rorotan Cilincing seluas 120 hektare,” ceritanya.

Ada rencana SunLot untuk membuka pabrik di Indonesia dan menjadikannya sebagai basis ekspor untuk kawasan Asia Tenggara. Akan tetapi, Tho Nie bilang, rencana tersebut akan terealisasi apabila market SunLot sudah tersebar di seluruh nusantara.

“Mungkin, dalam sepuluh tahun ke depan jika kami sudah stabil di Indonesia,” ujar pria Tionghoa ini.

Target utama yang ingin segera dicapai SunLot di Indonesia adalah menjadi merek sanitary wares yang diperhitungkan di Tanah Air. “Kami ingin jadi top brand di kategori sanitari di Indonesia. Itu target terdekat kami,” tutup Tho Nie.

Editor: Sigit Kurniawan

    Related