Suzuki Ungkap Karakter Konsumen Mobil Mayoritas Tanah Air

marketeers article
Suzuki New XL7 Hybrid (Foto: PT SIS)

Pasar otomotif Tanah Air terus didorong pertumbuhannya. Tak bisa dipungkiri, salah satu kunci pertumbuhan di setiap sektor bisnis adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami karakter konsumen. Begitu juga di industri otomotif, khususnya konsumen mobil Tanah Air.

Menanggapi karakter konsumen mobil di Indonesia, Donny Saputra, 4W Marketing Director PT SIS mengungkapkan bahwa mayoritas konsumen mobil Tanah Air adalah konsumen yang sangat memikirkan biaya operasional atau cost of ownership.

“Market di industri otomotif Tanah Air terbesar ada di segmen kendaraan di bawah harga Rp 300 juta dan mereka banyak yang merupakan first car buyer. Banyak dari mereka sangat memerhatikan biaya operasional saat menggunakan mobil,” ujar Donny saat ditemui di Jogja pada Selasa (4/7/2023).

Operational cost yang dimaksud oleh Donny, termasuk biaya suku cadang, biaya servis perbaikan atau perawatan, konsumsi bahan bakar atau level efisiensi BBM.

BACA JUGA: New XL7 Hybrid Dorong Market Share Suzuki di Yogyakarta

“Dan hanya di Indonesia, konsumen memikirkan resale value sebelum melakukan pembelian. Di negara lain tidak terjadi hal ini, termasuk di negara tetangga, seperti Malaysia,” ungkap Donny.

Menurutnya, kondisi ini salah satunya didorong lantaran populasi pendapatan masyarakat bentuknya masih piramida. Kelas konsumen dengan ekonomi kelas bawah dan menengah berada di bagian bawah piramida yang artinya jumlahnya menjadi yang terbanyak.

Sementara konsumen kelas ekonomi atas atau mereka yang sudah mapan, jumlahnya tidak banyak alias ada di puncak piramida.

Dari populasi terbanyak ini, lifecycle penggunaan mobil terjadi sangat panjang. Jika di kelas atas, siklus menggantian mobil kerap terjadi pada usia mobil 5-6 tahun, di segmen menengah bawah tidak sesering itu.

Konsumen ini banyak yang menjadi first car buyer di usia 40 tahun, dan banyak pula konsumen yang hanya melakukan pembelian kendaraan sebanyak 1-2 kali saja seumur hidup.

BACA JUGA: Strategi Komunikasi Suzuki New XL7 Hybrid ke 33 Kota di Indonesia

“Kami melihat, mobil ini bukan impulsive product tetapi consultative product. Ketika konsumen melakukan pembelian, mereka melakukan riset secara mendalam. Di konsumen kebanyakan, pembelian bukan sekadar dorongan emosional dan mengejar gengsi lantas melakukan pembelian,” lanjut Donny.

Donny mengungkapkan, jika harga kendaraan berada di 5x dari pendapatan, ini sudah masuk ke consultative product. Meski begitu, tetap ada orang Indonesia yang punya mobil, rumah, dan apartemen lebih dari satu namun bukan mayoritas.

“Mayoritas konsumen, meski memiliki mobil, mereka kesehariannya menggunakan sepeda motor dan kendaraan umum. Atas pertimbangan kebutuhan keluarga, mereka membeli mobil untuk kebutuhan ketika akhir pekan,” lanjut pria asal Solo ini.

Dari karakter ini, kita bisa lihat bagaimana industri mobil bekas di Indonesia lebih hidup dibanding negara lain. Bahkan, negara kita tidak mengenal konsep scrap dan tidak ada scrap diler. Di negara lain, scrap atau menghancurkan mobil tua dilakukan secara terautorisasi dan ada diler untuk melakukannya.

“Bukan soal vintage tapi utility-nya. Lihat saja, mobil 20-30 tahun lalu, jika kita cek ke daerah-daerah, mobil itu masih dipakai.  Selai itu di Indonesia, kendaraan bukan sekadar alat transportasi melainkan juga sosial status dan menjadi achievement bahkan mencerminkan aspirasi dan kepribadian. Sebab itu, desain dan bentuk menjadi hal penting,” tutup Donny.

Related