Tahun 2023 Diproyeksikan Puncak Perlambatan Ekonomi Dunia

marketeers article
Ilustrasi pelambatan ekonomi. Sumber gambar: 123rf.

Perekonomian global diperkirakan masih terus menunjukkan tren negatif usai merebaknya pandemi COVID-19. Ancaman inflasi dan gangguan rantai pasok bakal menghantui seluruh negara setelah wabah dapat ditangani.

Poltak Hotradero, Business Development Advisor Indonesia Stock Exchange memproyeksikan tahun 2023 menjadi puncak perlambatan ekonomi dunia. Setelah itu, ekonomi akan mulai menunjukkan tren perbaikan pada 2024.

BACA JUGA: Harga Pangan Dunia Diperkirakan Turun Tahun 2024

Poltak menyebut tahun depan kondisi ekonomi global masih melambat yang diiringi dengan tingkat inflasi tinggi. Harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi (migas) masih cenderung meningkat.

“Pertumbuhan ekonomi global akan mengalami perlambatan yang puncaknya di tahun 2023. Ini akan berdampak pada harga energi dan mungkin ekspor Indonesia yang terkait dengan energi,” kata Poltak dalam dialog daring Allianz Economy Outlook 2023, Selasa (20/12/2022).

BACA JUGA: Inflasi, Pengertian dan Jenis-Jenisnya

Dari penuturannya, kondisi inflasi dunia saat ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah peradaban manusia modern. Tren ini masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Bahkan, Poltak menyebut bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed mencatatkan sejarah dengan menaikkan tingkat suku bunga tiga kali sebesar 75 basis poin. Dia bilang upaya tersebut untuk meredam laju inflasi yang ditimbulkan usai merebaknya pandemi COVID-19 dan inflasi perang Rusia ke Ukraina.

Alhasil, negara-negara emerging market sangat terdampak dari kebijakan tersebut. Di Indonesia sendiri, berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Akibatnya perusahaan yang membutuhkan bahan baku impor harus mengalami kenaikan harga.

“Ini belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat tidak bisa diprediksi sehingga nilai tukar terhadap dolar naik sangat tajam dalam waktu singkat. Hampir semua negara termasuk Indonesia mengalaminya,” ujarnya.

Untuk merespons situasi tersebut, kata Poltak, pada tahun 2023 Indonesia akan mengalami pengetatan secara ekstrem, baik dari sisi moneter maupun fiskal. Kendati demikian, kabar baiknya untuk menuju zona netral Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan beberapa negara seperti Australia, Inggris, dan Kanada.

“Hal itu didorong oleh konsumsi domestik yang sangat kuat. Lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi nasional ditopang oleh konsumsi dalam negeri sehingga bisa mempercepat posisi Indonesia menuju netral,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related