Tahun 2027, Permintaan Kendaraan Listrik Diperkirakan Mencapai 777 GWh

marketeers article
electric car charger closeup photo

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memperkirakan permintaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) mencapai 777 giga watt hour (GWh) hingga tahun 2027. Peningkatan permintaan itu terjadi seiring dengan adanya tren kebijakan dunia untuk beralih kepada energi ramah lingkungan.

Luhut mengatakan, peningkatan permintaan global terhadap EV juga akan meningkatkan permintaan nikel. Pada 2020, permintaan nikel primer global diperkirakan sekitar 2.250kt Ni. Sektor baterai diperkirakan akan menjadi penentu paling signifikan dari pertumbuhan permintaan nikel pada masa mendatang.

“Pada tahun 2027 pasar baterai dunia akan mencapai 777 GWh. Sedangkan di Indonesia diperkirakan kebutuhan kapasitas baterai mencapai 9,8 hingga 11,9 GWh pada tahun 2029 hingga 2030,” ujar Luhut melalui keterangannya, Rabu (17/11/2021).

Menurutnya, pemerintah sangat berkomitmen untuk menggarap peluang tersebut. Caranya dengan menjadi pemain kendaraan listrik skala global. Apalagi, kondisi semakin diuntungkan dengan melimpahnya cadangan nikel di perut Indonesia.

Komitmen tersebut ditunjukkan pada 15 September 2021, saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baterai mobil listrik PT HKML Battery di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi tahap pertama sebesar 1 GWh yang dapat memproduksi sekitar 150.000 buah baterai.

Adapun komponen baterai berasal dari bahan nikel, kobalt, mangan, dan alumunium (NCMA) yang merupakan 90% dari nikel. Luhut menyampaikan bahwa Indonesia berpotensi menjadi global supply chain hub untuk EV karena memiliki potensi mineral yang besar. Nikel, bauksit, dan tembaga adalah mineral kunci untuk pengembangan EV di Indonesia.

“Perlu investasi yang komprehensif untuk ekosistem EV di Indonesia. Ekosistem EV sangat kompleks dan besar, terdiri dari ekosistem-ekosistem, seperti bahan baku, manufaktur, penyediaan infrastruktur charging, dan sebagainya,” ujarnya.

Luhut melanjutkan, pembangunan pabrik sel baterai kedaraan listrik di Indonesia berkapasitas 10 GWh dengan total nilai investasi sebesar US$ 1,1 miliar atau setara dengan Rp 15,9 triliun (kurs Rp 14.500 per US$). Pembangunan pabrik ini hanya bagian dari total proyek konsorsium senilai US$ 9,8 miliar.

Ia menambahkan, dalam beberapa waktu ke depan dia akan mengunjungi Morowali, Sulawesi Tengah untuk melihat proses daur ulang baterai di sana. Adapun kapasitas daur ulang di Morowali pada fase 1, yaitu 20.000 ton per tahun dan fase 2 sebesar 40.000 ton per tahun. Pabrik tersebut berada di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ini memiliki luas sekitar 141.700 meter persegi dengan total investasi sebesar US$ 91 juta.

“Indonesia perlu investasi yang massif untuk pembangunan infrastruktur pengisian ulang baterai. Ditargetkan untuk pembangunan SPKLI pada 2030 mencapai 31.859 unit dan SPBKLU sebanyak 67.000 unit. Jadi, jangan khawatir soal infrastructure charging ini sudah kami rencanakan,” pungkasnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related