Tak Sesuai Proposal, Nilai Investasi Apple Bangun Pabrik AirTag Hanya US$ 200 Juta

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan nilai investasi Apple membangun pabrik AirTag di Batam hanya US$ 200 juta. Hal ini tidak sesuai dengan proposal yang ditawarkannya kepada pemerintah untuk membangun pabrik dengan nilai investasi US$ 1 miliar.
Febri Hendri Antoni Arif, Juru Bicara Kemenperin menjelaskan dalam proposal yang telah diberikan sebelumnya, rencana investasi Apple diperkirakan bisa memasok sekitar 60% kebutuhan AirTag global dan berproduksi mulai tahun 2026. Fasilitas produksi ini akan menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang.
BACA JUGA: Ditawari Bangun Pabrik Apple, iPhone 16 Belum Legal di Indonesia
“Berdasarkan assessment teknokratis kami, nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya US$ 200 juta. Nilai ini tentu jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai investasi US$ 1 miliar dalam proposal yang disampaikan Apple kepada kami,” kata Febri melalui keterangan resmi, Kamis (23/1/2025).
Berdasarkan perhitungan teknokratis Kemenperin, komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku tidak dapat dimasukkan sebagai capital expenditure (capex) investasi. Nilai investasi diukur hanya dari capex, yang terdiri dari pembelian lahan, bangunan, dan mesin atau teknologi.
BACA JUGA: Cabut Sanksi Penjualan iPhone 16, Apple Tawarkan Investasi 10 Kali Lipat
Dengan masuknya proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku dalam investasi oleh pihak Apple, seakan-akan melambungkan nilai investasi lebih tinggi sampai US$ 1 miliar. Padahal, nilai riil-nya hanya US$ 200 juta.
“Jika nilai investasi Apple sebesar US$ 1 miliar itu benar-benar untuk capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesi atau teknologi, tentu lebih baik lagi. Bayangkan jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi US$ 1 miliar, tentu akan sangat besar sekali,” ujarnya.
Febri menambahkan dalam negosiasi pada tanggal 7 Januari 2025, pihak Apple menanyakan apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku masuk dalam capex. Tim negosiasi Kemenperin dengan tegas menyatakan bahwa dua variabel tersebut bukan merupakan bagian dari capex.
“Pengukuran capex menggunakan tiga variabel, yakni pembelian lahan, bangunan, dan mesin atau teknologi produksi,” ujarnya.
Editor: Ranto Rajagukguk