Tanggap Gizi Buruk, Brand Lokal ini Ingin Jadi Brand for Good

marketeers article
Konferensi Pers Berbagi Kelezatan Bakso Sumber Selera

Berbicara soal brand for good, sering kita jumpai label ini erat hubungannya dengan merek global. Brand for good sendiri diartikan sebagai brand yang tak hanya mempedulikan keuntungan (profit), namun juga masyarakat sekitar (people) dan tempat dia tinggal (planet).

Mungkin nama-nama setenar Unilever, Coca-Cola, The Body Shop, dan yang lainnya erat dengan label sebagai brand for good. Namun jangan salah, brand nasional yang mungkin jarang Anda perhatikan seperti Bakso Sumber Selera juga memiliki ambisi untuk menjadi brand for good. Seperti pada tulisan sebelumnya, tidak hanya brand besar, brand kecil juga bisa jadi brand for good.

Hal ini pun dibuktikan melalui aksi kampanye yang dilakukan oleh Bakso Sumber Selera. Di bulan suci Ramadan 1438 H, PT Sumber Prima Anugrah Abadi selaku produsen Bakso Sumber Selera berkomitmen untuk turut serta mendukung program perbaikan status gizi buruk anak Indonesia.

Bertajuk Berbagi Kelezatan, gerakan ini mengajak masyarakat untuk turut berbagi donasi Rp 1.000 dari setiap pembelian produk Bakso Sumber Selera isi 25 dan isi 50. Gerakan ini dilandasi oleh temuan berbagai kasus gizi buruk yang sampai saat ini masih banyak dialami oleh anak-anak Indonesia.

Jika melihat Profil Kesehatan Indonesia 2015 yang dirilis oleh Kementrian Kesehatan RI, menunjukkan bahwa angka balita gizi buruk di Indonesia masih cukup tinggi yakni 26.518 balita. Bahkan, menurut Indikator Kesejahteraan Rakyat 2016 menunjukkan bahwa persentase anak dengan status gizi buruk terus meningkat dari 4,9% pada tahun 2010 menjadi 5,7% tahun 2013. Begitu juga dengan gizi kurang yang meningkat dari 13% menjadi 13,9% dalam periode waktu yang sama.

Sedangkan secara wilayah, Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2013) juga melaporkan Banten sebagai salah satu wilayah dengan jumlah balita gizi kurang yang cukup tinggi di Indonesia, yaitu sebesar 17%. Berdasarkan Profil Kesehatan Banten (2012), Kabupaten Tangerang menempati posisi kedua jumlah balita gizi buruk dan kurang tertinggi di Banten. Sebanyak 1.579 balita masih mengalami gizi buruk dan 11.989 balita mengalami gizi kurang.

Hal ini yang tengah menjadi perhatian brand Bakso Sumber Selera kali ini. Mumu Alkhodir selaku General Manager Operations PT. Sumber Prima Anugrah Abadi mengaku turut prihatin atas kondisi tersebut dan memandang perlu adanya kontribusi dan sebuah gerakan bersama untuk menyelamatkan masa depan anak Indonesia.

“Memang ironis, disatu sisi kita begitu mudah menikmati makanan yang nikmat dan penuh nutrisi. Namun nyatanya, di tengah-tengah lingkungan kita masih ada sebagian kalangan anak Indonesia yang kondisinya justru sebaliknya. Mereka begitu sulit memenuhi kebutuhan nutrisi gizi yang mereka butuhkan,” ujar Mumu.

Sebagai brand nasional, gerakan Berbagi Kelezatan adalah bagian dari program CSR perusahaan yang ditujukan untuk membangun generasi muda yang cerdas. Selain itu, program Berbagi Kelezatan juga memiliki misi penting membangun pemahaman dan peradaban moral masyarakat bahwa berbagi itu sangat mudah.

Melalui program ini, konsumen Bakso Sumber Selera diajak untuk berdonasi dengan cara mengirimkan foto struk pembelian beserta produknya ke facebook messanger Bakso Sumber Selera. Dana yang terkumpul nantinya akan disalurkan guna memperbaiki status gizi buruk anak Indonesia, khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang.

Program yang didukung penuh oleh PKPU Human Initative ini bakal berlangsung selama 6 bulan. Namun untuk mekanisme pengumpulan donasi akan dihimpun dari hasil penjualan produk Bakso Sumber Selera sepanjang Bulan Ramadan 1438 H.

Andjar Radite, Direktur Kemitraan PKPU menjelaskan bahwa program ini sejalan dan didukung penuh oleh pemerintah.

“Secara teknis kita bekerjasama dengan petugas kesehatan dari pemerintahan daerah setempat. Setiap anak, intervensinya akan berbeda-beda. Semua tergantung kondisi di lapangan. Bisa karena asupan gizi kurang saat ibu hamil dan setelah bayi lahir atau karena kurangnya wawasan warga tentang bagaimana memanfaatkan semua daya dukung lingkungan untuk memenuhi kebutuhan gizi,” ujar Andjar.

Editor: Sigit Kurniawan

Related