Tanpa Kultur, Perusahaan Tak Akan Bertahan Lama

marketeers article

Mesin atau teknologi memang penting bagi sebuah perusahaan, terutama untuk efisiensi. Tapi, kembali lagi, tanpa human capital mumpuni faktor teknologi akan sia-sia. Seperti itulah yang rupanya ingin ditekankan Telkomsel sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi besar di Tanah Air.

“Kami melakukan transformasi dari perusahaan telekomunikasi menjadi digital. Yang harus ikut bertransformasi adalah human capital-nya, bagaimana mengubah mindset karyawan Telkomsel dari perusahaan telekomunikasi menjadi digital. Untuk membangun antusiasme itu, perlu culture perusahaan,” ujar Direktur Human Capital Management Telkomsel Priyantono Rudito dalam perilisan buku “Strongest by Best People: The Telkomsel Way & Transformasi Human Capital” di Jakarta pada Selasa (15/12/2015). 

Apa yang Priyantono utarakan tersebut sejalan dengan buku tersebut yang merupakan karya dari Direktur Human Capital Telkom Herdy Harman, di mana ia pada 2012-2014 adalah direktur human capital Telkomsel. Untuk mengerahkan kemampuan karyawan dalam transformasi tersebut, baik Herdy dan Priyantono menyebutnya sebagai Telkomsel Way, sebuah semangat agar terus bisa beradaptasi dengan perubahan khususnya secara internal baik itu filosofi maupun teknis.

Salah satu yang diubah adalah ketika rekrutmen karyawan, di mana Telkomsel menginginkan calon karyawan proaktif dengan kualitas terbaik, baik itu lulusan terbaik dari perguruan tingginya maupun mereka yang memiliki integritas tinggi untuk menyatu dengan kultur perusahaan. Pembinaan dan jenjang karier pun lebih jelas, remunerasi menjanjikan, dan kesempatan meraih beasiswa ke luar negeri bagi karyawan berprestasi.

“Tahun depan kami anggarkan dua kali lebih besar untuk mendorong peningkatan human capital ini,” sambung Priyantono. Bahkan untuk terus mendorong gairah bekerja, Telkomsel mulai menerapkan sistem kerja menyenangkan mulai dari baju lebih bebas, bernuansa muda, sampai kantor paperless dan serba digital.

“Sekarang, kami punya kantor tanpa sekat, punya saluran internet di manapun, dan karyawan bisa bebas kerja di sisi manapun. Kami tidak ingin kaku, dan nanti mekanisme kerjanya kalau bisa tanpa kertas, mengapa tidak. Itulah konsep paperless. Bahkan, kami ingin jadi contoh sebagai kantor di mana karyawannya tidak perlu macet-macetan ke kantor untuk bekerja, di mana mereka bisa bekerja di kantor-kantor satelit kami,” terang Herdy.

Dengan membangun budaya tersebut, diharapkan karyawan-karyawan Telkomsel memiliki kualitas, kreativitas, dan bisa adaptasi dengan teknologi tanpa harus mengkungkung dengan peraturan ketat.

“Dari 500 perusahaan global, banyak yang hilang setelah beberapa dekade. Kenapa? Karena mereka tidak punya culture. Untuk itu agar bisa bertahan, Telkomsel memiliki culture lewat Telkomsel Way,” tutup Herdy.

Related