Teknik Framing, Amunisi Membangun Brand Perception

marketeers article
Ilustrasi teknik framing dalam berbisnis. (FOTO: 123rf)

Framing adalah satu dari beberapa teknik psikologi dalam bentuk nudge atau dorongan yang bisa digunakan dalam berbisnis. Secara umum, teknik framing bisa dikatakan sebagai upaya membingkai sebuah peristiwa.

Framing adalah pendekatan dalam mengetahui bagaimana perspektif yang digunakan ketika menyeleksi sebuah isu. Cara pandang tersebut pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil dan bagian mana yang ditonjolkan serta dihilangkan.

“Satu produk yang sama bisa dikomunikasikan dengan dua gaya yang berbeda, menciptakan satu influence yang berbeda. Orang biasanya terpengaruh tentang bagaimana cara Anda menyajikan sebuah produk atau informasi,” ujar Iwan Setiawan, CEO Marketeers dalam ANALISIS di YouTube Marketeers TV.

Sebagai contoh, saat Anda menaruh cendol itu di dalam gelas plastik, kemudian Anda kasih sedotan plastik yang murah, maka akan terkenal bahwa cendol ini adalah cendol yang sangat affordable atau terjangkau. 

Akan tetapi, ketika Anda taruh cendol di gelas yang sangat fancy, kemudian Anda berikan toping dan berbagai dekorasi, maka akan terkesan bahwa ini adalah fancy cendol. Dengan begitu, Anda akan bisa men-charge harga mungkin 2, 3, sampai 5 kali lipat.

BACA JUGA: Layanan 4G Lebih Merata, Pemerintah Lakukan Reframing

“Bagaimana cara kita mem-present atau menyajikan sebuah produk yang sebetulnya sama, akan menciptakan frame yang berbeda, inilah teknik yang disebut sebagai framing,” kata Iwan.

Contoh lain adalah mesin portable USG yang biasa digunakan untuk melakukan USG di Cina. Mesin ini ketika dijual di China itu biasanya dijual sebagai mesin USG yang sangat murah, sehingga bisa digunakan oleh rumah sakit kecil atau klinik-klinik kecil.

Namun, ketika dijual di Eropa dan di Amerika, mesin yang sama ini di-frame secara berbeda. Dibilang sebagai mesin yang portable, bukan affordable tapi portable. Sehingga, penggunaannya bukan lagi di rumah sakit atau klinik, tapi penggunaannya di ambulance, inilah yang disebut sebagai teknik framing.

Contoh lainnya, ada sebuah produk makanan misal Anda tulis sebagai low calory, maka pelanggan biasanya tertarik untuk menggunakan atau memanfaatkan produk ini adalah orang-orang yang sedang diet atau sedang ingin mengurangi kalori intake mereka.

BACA JUGA: Quantification Bias & Data Fetishism

Tetapi, apabila Anda tulis di kemasan protein bar maka yang akan tertarik membeli produk ini adalah pelanggan yang sedang ingin memperbesar massa otot mereka. Jadi bayangkan, produk yang sama yang mungkin low calory dan juga high protein bisa dikomunikasikan secara berbeda, menciptakan frame yang berbeda, dan menarik dua segmen yang berbeda.

Masih ada lagi, sebuah produk yogurt misalnya yang pertama ditulis 99% fat free, sedangkan yang kedua 1% fat. Sebenarnya produknya sama, karena hanya dibilang bahwa yang satu 99% fat free yang satunya lagi 1% fat. Tetapi ketika Anda lihat hasil penjualannya, lebih banyak yang memilih yogurt yang 99% fat free, karena secara framing jauh lebih menguntungkan. Anda lebih suka sesuatu yang lebih fat free ketimbang yang ada fat-nya, meskipun cuma 1%.

Bagaimana menurut Anda?

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related