Teknologi dan Kolaborasi Bisa Mendorong Inovasi Sosial

marketeers article
Business team and teamwork concept, business people joining gears together and composing a machine

Tidak bisa disangkal bahwa saat ini terjadi ketimpangan sosial ekonomi di berbagai belahan dunia. Ada kelompok yang begitu  menikmati kemajuan, di sisi lain ada pula yang kesulitan untuk mengakses berbagai kemudahan dan kemajuan. Dampak dari upaya perbaikan dan kemajuan hanya dinikmati kurang lebih 10% dari populasi dunia.

Di sisi lain, teknologi semakin berkembang dan mendominasi kehidupan manusia. Sudah sepatutnya, teknologi bisa berperan dalam meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi manusia. Bukan hanya sebagai faktor pendukung, namun menjadi unsur utama dalam proses menuju kemakmuran manusia.

Lebih dari itu, dampak positif dari teknologi seharusnya bisa menyentuh semua orang. Hal ini telah dibuktikan oleh Christian Sarkar, seorang marketer, penulis, dan entrepreneur. Sarkar telah menginisiasi berbagai ide yang mengaplikasikan teknologi untuk inovasi sosial.

Salah satu idenya adalah The 300$ House Project yang awalnya ia tulis di Harvard Business Review. Proyek ini dilatari oleh pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kemampuan kelompok miskin yang hidup di daerah kumuh untuk bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak.  Bagaimana para ahli, mesin, desainer berkelas dunia di bidang ini bisa memberikan solusi?

Sejak ide ini muncul di HBR sekitar 10 tahun lalu, banyak orang menyambut positif. Orang-orang dengan beragam latar belakang profesi dari berbagai penjuru dunia ikut memberikan sumbangang ide.

“Melalui teknologi terjadi sebuah kolaborasi dari banyak pihak. Ini juga membuktikan bila kolaborasi adalah cara dalam menyelesaikan berbagai tantangan,” kata Christian Sarkar, di acara ASEAN Marketing Summit ke-6, hari ini, (09/11/2020).

Ia menambahkan, ide dari The 300$ House adalah merancang, membangun, dan menerapkan hunian sederhana untuk keluarga miskin. Menjaga keluarga aman dari cuaca, sehingga memungkinkan mereka untuk tidur di malam hari dan memberi mereka sedikit martabat.

“Jika kita dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin untuk hidup aman dan membangun ekosistem layanan yang inklusif di sekitar mereka yang meliputi, air bersih, sanitasi, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan usaha mikro, mungkin kita bisa mulai mengurangi penyakit kemiskinan. Dengan membantu menciptakan ekosistem ini, kami yakin perusahaan dapat menghasilkan uang sambil memberikan layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin dengan biaya yang terjangkau,” ungkapnya.

Saat ini, The 300% House sudah menyebar ke berbagai belahan dunia dan diaplikasikan oleh banyak institusi, baik profit dan nonprofit. Sebut saja, IKEA Foundation yang membangun sebuah model hunian dasar. Lalu, organisasi Worldhaus yang sudah membangun puluhan rumah di India, dan lainnya.

Tidak berhenti sampai di situ, Sarkar sedang menginisiasi gagasan lain yang bernama The Wicked 7. Ide ini untuk meredesain masyarkat agar keluar dari 7 masalah utama, yakni climate collapse, inequality, hate, war, corruption, health & livelihood, dan population & migration.

“Memang tidak mudah mencari solusi untuk semua masalah tersebut. Namun, harus ada solusi agar kita punya masa depan. Cara paling tepat adalah dengan teknologi dan kolaborasi,” pungkas Sarkar.

Related