Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor. Namun, di sisi lain, tak sedikit yang beranggapan bahwa ini adalah saat yang tepat untuk membeli saham.
I Wayan Nuka Lantara, Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), membenarkan anggapan tersebut. Menurutnya, momen saat IHSG melemah justru bisa menjadi peluang bagi investor, khususnya pemula, untuk mulai masuk ke pasar saham.
“Sekarang ini bisa jadi waktu yang bagus untuk masuk, karena harga saham sedang diskon. Tapi, bukan berarti asal beli. Pilih saham yang fundamentalnya kuat dan prospeknya bagus ke depan,” ujarnya, dikutip dari ugm.ac.id, Kamis (10/4/2025).
BACA JUGA: Kapan Waktu Terbaik Beli Emas? Ini 5 Faktor yang Perlu Diperhatikan
Wayan menegaskan bahwa membeli saham saat pasar sedang melemah memang berpotensi mendatangkan keuntungan dalam jangka panjang. Namun, langkah tersebut hanya tepat jika dilakukan dengan kehati-hatian dan memiliki kondisi keuangan pribadi yang sudah stabil.
Ia menyarankan agar masyarakat memastikan lebih dulu kebutuhan konsumsi dasar terpenuhi, memiliki dana darurat yang cukup, dan tidak memaksakan diri dengan modal dari utang.
“Banyak yang tergoda masuk pasar karena ingin cuan cepat, tapi lupa menghitung kemampuan finansial. Jangan sampai demi ikut tren, justru kita mengorbankan tabungan atau bahkan sampai berutang,” jelasnya.
Wayan juga menyinggung fenomena ‘mantap’ atau makan tabungan yang saat ini marak terjadi. Menurutnya, kebiasaan tersebut sangat berisiko, terutama jika dilakukan tanpa pemahaman dan perhitungan yang tepat.
“Kalau penghasilan Rp 10 juta tapi Rp 9 juta langsung diinvestasikan semua, itu terlalu nekat dan sangat tidak disarankan,” tambahnya.
BACA JUGA: Belajar dari Warren Buffett, Pertimbangkan Beli Saham Ini saat Resesi
Meskipun pasar tengah bergejolak dan banyak indikator menunjukkan tren negatif, Wayan menyebut investasi tetap penting dilakukan untuk menjaga daya beli dalam jangka panjang. Jika hanya mengandalkan tabungan tanpa alokasi ke instrumen yang produktif, nilai uang akan terus tergerus oleh inflasi.
Lebih lanjut, ia juga mencermati kondisi pasar global yang penuh anomali, seperti naik turunnya harga emas, jatuhnya nilai Bitcoin, serta pelemahan saham-saham teknologi di Amerika Serikat. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa investor tidak bisa lagi bergantung pada pola lama.
“Pola investasi berubah, jadi penting untuk terus belajar dan tidak sekadar ikut-ikutan,” tegasnya.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz