Terjadi Krisis Pangan di Indonesia, SPI Lakukan Aksi Demonstrasi

marketeers article
Sumber: 123RF

Ratusan massa yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) melakukan aksi demonstrasi ke Kementerian Pertanian, Selasa (27/09/2022). Aksi ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan ‘Hari Tani Nasional’ ke-62.’

Angga Hermanda, Koordinator Lapangan, sekaligus Ketua Departemen Politik, Hukum dan Keamanan Dewan Pengurus Pusat SPI menyebutkan pertanian di Indonesia sedang dalam kondisi yang tidak baik saat ini. Hal tersebut dapat terlihat dari kondisi objektif sektor pertanian Indonesia.

“Situasi pandemi COVID-19 di Indonesia memang sudah terkendali. Namun, masyarakat sedang dihadapkan oleh masalah lainnya, yaitu krisis pangan. Di tingkat global, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mencatatkan bahwa Indeks Harga Pangan Dunia telah mencapai level tertinggi sepanjang sejarah Maret lalu,” kata Angga.

Menurut Angga, gejolak harga berbagai komoditas pangan terjadi di Indonesia. Ia menjelaskan selama tahun 2022, harga-harga komoditas mulai naik, dari kelapa sawit hingga produk turunannya seperti minyak goreng, sampai dengan bahan pangan pokok seperti cabai, bawang merah, dan masih banyak lagi.

“Apalagi, sekarang pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak. Hal ini akan berpotensi memperparah situasi, karena memicu kenaikan biaya modal yang dikeluarkan petani. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, ini juga penting untuk bisa diatasi. Mengingat, pangan memberikan sumbangan besar terhadap garis kemiskinan Indonesia,” ujarnya.

Berdasarkan situasi tersebut, SPI menilai pemerintah seharusnya mengantisipasi gejolak tersebut dengan memberikan perlindungan dan insentif lebih kepada petani. Namun, Kementerian Pertanian justru malah mengambil kebijakan-kebijakan yang merugikan petani di Indonesia.

Dia mengatakan Kementerian Pertanian masih melakukan diskriminasi terhadap para petani yang tergabung di luar dari bentuk kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Padahal, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 87/PUU-XI/2013 tanggal 5 November 2014, upaya perlindungan hak-hak petani yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) harus bersifat utuh, tidak boleh terbatas hanya pada Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani saja.

“Sudah tahu, Kementerian Pertanian hanya bergeming membiarkan situasi ini. Bahkan, di dalam Permentan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Kelembagaan Petani, pemerintah masih membiarkan masalah diskriminasi tersebut berlanjut,” ucap Angga.

Angga menegaskan banyak petani yang akhirnya kesulitan mengakses berbagai program subsidi maupun bantuan hanya karena bentuk kelembagaan, bukan bernama Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani. 

“Kementerian Pertanian jelas-jelas mengabaikan eksistensi dari beragam bentuk organisasi petani yang ada di Indonesia yang selama ini telah berjuang keras sebagai penghasil pangan di Indonesia,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related