Tak Semua Data adalah Data yang Benar

marketeers article

Ahli statistik asal Amerika Serikat, W. Edward pernah berujar, “Without data you’re just another person with an opinion.” Ya, dengan dukungan data, marketing plan yang telah disiapkan terasa lebih meyakinkan. Data telah membantu marketeer menemukan cara terbaik menjangkau pelanggan.

Namun, kita kerap berasumsi bahwa apabila strategi yang sama dilakukan setiap bulan, kita akan mencapai hasil yang sama setiap kali. Faktanya, hal itu tidak lah terjadi. Sehingga, pertanyaannya, bagaimana kita menafsirkan data yang ada sehingga dapat menciptakan strategi yang efektif bagi pemasran kita?

Jawabannya, menurut Brian Monahan, VP Marketing Walmart.com, adalah melalui software atau perangkat lunak. Ritel terbesar Amerika Serikat itu memanfaatkan WMX, marketing solution yang menghubungkan pemasok (principle/brand) dengan data gerai Walmart yang mereka butuhkan.

Dengan begitu, pemasok bisa mengolah data itu untuk mengoptimalisasi strategi promosi dan iklan kepada audiensnya. Sebagai salah satu perusahaan data terbesar di dunia dan situs ritel terbesar kedua di dunia, Walmart.com telah  menjadi mesin personalisasi raksasa global.

“Data dapat membantu, namun juga bisa menyesatkan. Pasalnya, memahami data dan menciptakan strategi berdasarkan interpretasi data yang kita miliki, tidak semudah memperolehnya,” papar Monahan.

Untuk mengumpulkan data terbaik, banyak keputusan harus dibuat, yang mana software akan memberitahu Anda jika Anda secara efektif menjangkau mereka. Anda hanya perlu tahu apa yang mesti dicari lewat data itu.

“Data itu banyak sekali. Bahkan, permasalahan hampir semua brand saat ini adalah mengetahui data yang benar-benar akurat,” kata Poltak H. Lumban Gaol, Subject Matter Expert MarkPlus, Inc.

Contoh data yang tidak begitu jelas tercermin dalam informasi berikut ini: 23% pelanggan Wallmart yang membeli TV premium berpenghasilan kurang dari US$ 35.000 setiap tahun, 11% pembeli yang membeli pakaian wanita adalah laki-laki. Selain itu, 44% pembelian otomotif dilakukan oleh perempuan dan 32% dari mereka yang membeli video game berusia lebih dari 50 tahun.

Apakah statistik itu membantu Anda dalam membuat strategi pemasaran yang baik? Nyatanya, data tersebut bukan yang diharapkan untuk dilihat.

Agar brand bergerak lebih dekat dengan transaksi pembelian, yang perlu dilihat adalah pembelian sebelumnya untuk menentukan apa yang dicari konsumen untuk pembelian berikutnya.

Logikanya, jika seseorang membeli televisi di bulan ini, sangat tak lazim jika ia akan membeli televisi lagi di bulan berikutnya. Artinya, pemasar harus tahu barang apa lagi yang akan dibeli oleh konsumen ke depannya.

“Saya ditanya oleh bos saya, apa yang menyebabkan sales saya melebihi target? Saya jawab ‘I don’t know‘. Kadang, selama target tercapai, kita tidak lagi memperdulikan alasan pencapaian tersebut,” kata Lumban yang merupakan mantan Kepala Pemasaran PT ABC President Indonesia ini.

Lumban menegaskan, alasan data penjualan dan market share sulit didapat karena setiap perusahaan distribusi yang menjadi mitra prinsipal punya data yang beragam.

“Ini cukup sulit bagi brand yang menggunakan kanal multidistribusi. Menyatukan data itu tidak gampang,” terang Lumban.

Apalagi, katanya, perusahaan ritel yang menjual produk dari berbagai brand agak enggan buka-bukaan dalam mengungkapkan penjualan yang terjadi selama di ritel.

Maka itu, adanya software yang mampu membantu melacak penjualan brand amatlah diperlukan. Biasanya, prinsipal atau brand lah yang menyediakan software tersebut.

Sebab, memahami data yang telah terkumpul dan mengetahui apa artinya untuk pemasaran suatu brand, dapat menyebabkan penjualan yang lebih baik dalam jangka panjang.

Editor: Sigit Kurniawan

Related