Tiga Fase Pemulihan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

marketeers article
Businessman making a stack of wooden dices assembling an arrow shooting upwards in a conceptual image. Over navy blue background.

Memasuki kuartal 2-2020, ekonomi Indonesia terkoreksi sebesar 5,32% karena terdampak pandemi COVID-19. Data dari Bank BJB, ekonomi daerah Jawa Barat sendiri mencatat koreksi lebih dalam dari pada nasional, yaitu sebesar -5,98%.

“Pandemi COVID-19 menyebabkan ekonomi nasional melemah, termasuk Jawa Barat. Kami pun mendukung pemulihan ekonomi Provinsi Jawa Barat dengan mengikuti roadmap yang dibuat oleh pemprov yang terdiri dari tiga fase,” ujar Dicky Syahbandinata, Senior Vice President Corporate & Commercial Division Bank BJB, dalam acara Government Roundtable, Kamis (22/10/2020).

Pertama adalah fase rescue. Di sini, kami harus bertindak antisipatif, cepat, tepat, dan terukur. Sebelum pandemi COVID-19, Bank BJB telah mengantisipasi sektor-sektor mana yang akan terkena dampak langsung terutama di sektor korporasi. Dari data-data tersebut sudah dapat mempetakan apa yang harus dilakukan dan sumber daya apa yang harus disiapkan.

Salah satu yang dilakukan oleh Bank BJB adalah dengan melakukan relaksasi atau restrukturisasi yang sudah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya ini dikerahkan melalui beberapa model seperti penyesuaian bunga terhadap debitur terdampak, rescheduling, dan repackaging dengan tetap bijak dan taat terhadap ketentuan.

“Tujuan dari relaksasi tentunya untuk pengendalian kualitas kredit. Hal ini akan berdampak pada kesehatan dan kinerja bank yang tetap terjaga serta mempertahankan kontinuitas usaha debitur,” kata Dicky.

Kedua, fase recovery. Di fase ini sudah dilakukan mitigasi risiko yang tepat dengan kebijakan relaksasi atau restrukturisasi harus terus tetap dipantau lebih baik. Bank BJB juga akan memanfaatkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah diberikan sebesar Rp 2,5 triliun.

Pada fase ini, Bank BJB juga mengoptimalisasi pertumbuhan kredit dengan bijak. Serta menekankan pertumbuhan kredit di sektor produktif yang berdampak kepada pembentukan multiplier efek yang optimal seperti di sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan sektor padat karya.

“Kami juga fokus membiayai sektor-sektor aman seperti pangan, ritel, e-commerce, farmasi, dan alat kesehatan. Kami juga mendukung beberapa progam bantuan sosial seperti yang dilakukan oleh Bulog dan saat ini Agro Jabar,” ujar Dicky.

Terakhir, di fase normalization. Industri perbankan sudah harus membiasakan diri untuk lebih kreatif dalam kondisi new normal, termasuk mengoptimalisasikan layanan perbankan elektronik dan digital untuk nasabah. Saat ini, Bank BJB memiliki aplikasi BJB Digi yang digunakan oleh 503. 798 pengguna.

Selain itu, Bank BJB harus cepat menangkap peluang pembiayaan dalam kondisi gairah investasi yang telah meningkat, serta mengeksplorasi potensi penyaluran kredit kepada UKM atau sektor perdagangan yang dikatakan akan cepat rebound setelah dampak COVID-19 mereda.

“Kredit konsumer juga harus terjaga karena menjadi captive market Bank BJB. Kami optimistis Bank BJB memiliki kecakapan dalam kondisi krisis. Pada tahun 2019, saat ekonomi dilanda kelesuan, Bank BJB dapat mencetak pertumbuhan linier,” pungkas Dicky.

Per Agustus 2020, perusahaan mencatat indikasi kinerja dengan total kredit tumbuh 8,8% secara YoY atau sebesar Rp 87 triliun. Sedangkan total DPK bertumbuh 18,8% sebesar Rp 103 triliun YoY. Kualitas kredit juga tetap terjaga dengan nilai NPL tercatat diangka 1,59%.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related